Sembari dikelilingi peserta, Helmi duduk di atas kursi lipat dan dengan bersemangat menjelaskan bahwa tempuran itu adalah muara danau purba Borobudur.
Helmi menjelaskan seluk beluk danau itu, dari unsur pembangunnya hingga penyusutan danau itu menjadi rawa-rawa.
Berbeda dengan narasi yang beredar, Helmi mengatakan Candi Borobudur tidak dibangun di tengah-tengah danau layaknya bunga teratai di dengah kolam.
Menurut dia, candi bercorak Buddha itu dibangun di semenanjung yang berada di pinggir danau. Kala itu danau purba telah menyusut dan menjadi rawa-rawa.
Baca juga: Akan Jadi Energi Baru Indonesia, Pemasangan Chattra Borobudur Diharapkan Segera Terwujud
Selanjutnya, penjelajahan dilanjutkan ke area bawah jembatan di Sungai Sileng.
“Ini (Sungai Sileng) hulunya dari Menoreh, bukan dari Merapi yang sekarang,” ujarnya.
Di sana Helmi menunjukkan lempung hitam yang dulunya adalah endapan danau purba. Saat itu para peserta, baik sadar ataupun tidak sadar, sedang berada di dasar danau purba.
Selepas itu, peserta berkunjung ke Balkondes Giritengah guna rehat sejenak dan menikmati santapan makan siang. Di sana peserta juga bercengkerama agar makin akrab.
Abi (25), peserta asal Bekasi, Jawa Barat, mengaku sangat antusias mengikuti acara blusukan itu.
Pemuda jangkung itu sempat menginap semalam di markas Kandang Kebo yang beralamat di Dusun Ngaliyan, Desa Wedomartani, Kapanewon Ngemplak, Sleman.
Dia turut mengikuti acara sarasehan bertema "Danau Purba Borobudur dan Perjalanan Peradabannya" di markas Kandang Kebo yang diselenggarakan sehari sebelum acara blusukan.
Dalam sarasehan itu turut hadir Helmy bersama dengan Yenny Supandi, S.Si., M.A. dari Museum Cagar Budaya (MCB) sebagai narasumber.
“Saya suka yang terkait sejarah, khususnya di Jawa. Kita bisa tahu banyak dari sejarah, apalagi yang terkait alam gitu,” kata Abi kepada Tribunnews.com.
Abi mengaku tidak mengajak teman alias hanya sendirian melawat ke Sleman dan Magelang guna mengikuti acara.
Baca juga: Perhutani dan BPOB Sinergi Kembangkan Wisata Menoreh View Borobudur