Menurut Ramadhan, biaya tersebut bersifat dana titipan.
"Saat di asrama haji embarkasi, masing-masing jemaah yang akan berangkat akan menerima kembali dana living cost itu sebesar SAR1500,” jelasnya.
“Jadi riil biaya haji yang dibayar jemaah haji Indonesia adalah 2.312 dolar AS (Rp 32,6 juta) di 2015, 2.185 dolar AS (Rp 30,8 juta) di 2016, 2.206 dolar AS (Rp 31,1 juta) di 2017, dan 2.232 dolar AS (Rp 31,5 juta) di 2018,” imbuhnya.
Meski biaya haji Indonesia lebih rendah, tetapi layanan kepada jemaah haji tetap menjadi prioritas utama.
Hal ini ditandai dengan terus meningkatnya kualitas akomodasi jemaah, baik di Makkah maupun Madinah.
Sejak empat tahun terakhir, hotel yang ditempati jemaah minimal berkualitas setara bintang 3.
Selain itu, layanan konsumsi juga terus meningkat dalam 4 tahun terakhir.
Bila pada 2015, jemaah mendapat layanan 12 kali makan di Makkah, jumlah ini bertambah menjadi 15 kali di 2016, 25 kali di 2017, dan 40 kali di 2018.
“Dari sisi kualitas, Pemerintah juga mensyaratkan para penyedia konsumsi untuk memperkerjakan chef (juru masak) serta bumbu masakan dari Indonesia,” tegasnya.
Selain itu, kualitas tenda di Arafah juga menjadi perhatian utama untuk ditingkatkan.
Keberadaan tenda-tenda di Arafah merupakan suatu hal yang vital bagi Jemaah haji lantaran para jemaah berada di dalamnya selama kurang lebih dua hari satu malam.
Selain digunakan untuk berteduh di tengah suhu yang bisa mencapai 50 derajat celcius di siang hari, tenda di Arafah juga berfungsi untuk memberi kenyamanan istirahat para jemaah pada malam hari menjelang wukuf.
“Sejak 2017, semua tenda di Arafah sudah diperbarui dengan tenda yang terbuat dari PVC dan tahan api."
"Seluruh tenda juga dilengkapi pendingin udara (mist fan) dengan lantai beralaskan karpet serta didukung lampu penerangan yang cukup,” ucapnya.
“Tahun ini, diharapkan seluruh tenda dapat dilengkapi dengan AC sehingga kenyamanan jemaah akan semakin meningkat,” lanjutnya.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)