"Jenis tarian ini mengalami pasang surut kehidupan yang dinamis. Bermula sebagai tari persembahan dari masyarakat agraris kepada Dewi Sri, yang juga dikenal sebagai Dewi Kesuburan atau Dewi Padi, menjadi tarian pergaulan, dan kemudian menjadi salah satu ikon kesenian Banyuwangi," jelasnya.
Dia melanjutkan, seusai panen, masyarakat petani terbiasa bersukacita menari, menyanyi, dan lainnya) sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen. Bertolak dari kisah semacam itu, di kawasan persawahan ini dibangun situs Taman Gandrung Terakota (Terracotta Dancers) berupa ratusan patung terakota berwujud penari Gandrung, yang tersebar di sekitar persawahan.
Mengkreasi karya terakota berbentuk penari Gandrung, merupakan upaya merawat bumi. Suatu monumen kehidupan yang organik, yang memiliki narasi penting bagi masyarakat sekitarnya, ikon daerah, sekaligus berpotensi menginspirasi bagi banyak orang.
"Jika monumen yang sifatnya gigantik menjulang ke langit sudah dibangun di banyak tempat dan dianggap sebagai kelaziman, di situs ini justru kebalikannya. Di sini monumen ratusan patung tembikar itu lebih membumi," tuturnya.
Seperti halnya praktek kebudayaan, berkarya terakota tidak bertujuan untuk menciptakan bentuk yang abadi atau kekal, karena memang bersifat ringkih, mudah retak, patah, atau bahkan hancur.
"Justru itulah makna dan nilai yang ditawarkan, kesenian dan ketidakabadian. Karena, yang abadi adalah proses, makna, dan nilai-nilai yang melekat di dalamnya. Dalam konteks ini, dapat dikatakan bahwa yang abadi adalah “siklus kehidupan”, terus-menerus berada dalam proses," tuturnya.
Pembangunan kawasan ini sepenuhnya dalam kesadaran semacam itu, yakni membangun kawasan dan situs yang membawa manfaat, baik secara ekonomi, maupun dalam aspek budaya.
Hamparan sawah di sekitar situs, tetap dibiarkan berfungsi sebagai sawah, yang digarap oleh petani yang sama, masih dibajak dengan kerbau, dan masih ditanami padi. Hamparan sawah dan pepohonan di sekitarnya tetap dimuliakan dengan panggung kesenian, amfiteater, pertunjukan jazz, dan karya terakota penari Gandrung.
Di halaman depan pendopo, ada sebuah karya patung kerbau yang dipresentasikan secara urutan, dari sosok kerbau yang utuh, hingga bentuk sebagian badan kerbau yang terbenam dalam pangkuan bumi.
"Karya ini dimaksudkan sebagai refleksi kritis terhadap perubahan zaman, owahing jaman, kemajuan yang menggusur tradisi dan kearifan lokal," jelas pria yang juga fotografer profesional ini.
Di sudut kanan amfiteater, ada sebuah instalasi seni Dewi Sri yang menitis menjadi penari Gandrung. Sebuah simbol siklus yang terbalik dari Gandrung memuja sang dewi yang immortal menjadi sang dewi yang memuliakan manusia dengan menitis ke raga manusia yang mortal.
"Inilah Taman Gandrung Terakota, sebuah “situs rawat ruwat” seni budaya, dalam suatu kawasan Jiwa Jawa Ijen," pungkasnya.