TRIBUNNEWS.COM - Danau Tondano yang terletak di Tondano, Kabupaten Minahasa merupakan satu dari 15 danau kritis di Indonesia yang segera membutuhkan penanganan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan danau ini masuk ke dalam danau kritis di Indonesia.
Salah satunya adalah pertumbuhan eceng gondok yang cukup masif, membuat 30 persen dari luas 4.600 hektare danau ini tertutup dan menghambat berjalannya fungsi danau.
Selain itu, Danau Tondano juga mengalami sedimentasi yang mana hal tersebut menyebabkan pendangkalan dan penyempitan.
Bahkan, pestisida yang berasal dari sawah dan kebun di sekeliling danau turut menyumbang pencemaran bagi air danau.
Untuk itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Ditjen Sumber Daya Air melalui Balai Wilayah Sungai Sulawesi I melaksanakan program kerja operasi dan pemeliharaan serta revitalisasi.
"Untuk operasi dan pemeliharaan kami ada program pembersihan eceng gondok dengan tenaga manual dan bantuan alat ekskavator," kata Kepala Satuan Kerja Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sulawesi I, Ellen, Kamis (24/10/2019).
Pengerjaan dilakukan sejak tahun 2007 dan masih terus dilakukan hingga saat ini.
Dalam tahun anggaran 2019 ini total luas danau yang berhasil dibersihkan mencapai 11 hektar.
Namun menurut Ellen, pembersihan eceng gondok ini masih belum berjalan maksimal karena masih mengandalkan tenaga manusia.
Rata-rata tiap tahun, pihak pekerja BWS hanya bisa membersihkan satu persen dari total luas yang dipenuhi eceng gondok.
"Tapi rencana tahun depan kami mau mengajukan alat-alat berat pendukung seperti harvester, tongkang, dan long arm ke Kementerian PUPR agar kerjanya lebih efektif," tambah Ellen.
Selain pembersihan eceng gondok BWS juga melakukan revitalisasi dengan membangun saddle dam di sekeliling Danau Tondano.
Saddle dam ini difungsikan untuk mencegah sedimentasi dan pencemaran pestisida yang berasal dari pegunungan dan kebun sekitar danau.