Pemerintah selaku pihak eksekutif dituntut untuk memproduksi kebijakan publik yang mengacu pada landasan konstitusional.
Baca: Pengumuman Hasil Seleksi Administrasi CPNS 2019 DPR & MPR RI, Cek Namamu di Sini!
Parlemen dituntut untuk melakukan pengawasan ketat terhadap pemerintah agar jangan sampai terjadi pelanggaran HAM dalam setiap kebijakan yang ditetapkan.
Dalam konteks demokrasi, peran serta masyarakat madani juga sangat diharapkan dalam mengeliminir pelanggaran HAM terhadap kelompok minoritas.
Tidak dimungkiri bahwa dalam upaya penegakan HAM di tanah air, banyak kendala yang dihadapi. Kendala ini hadir dari lingkungan domestik dan eksternal yang hendak merongrong kedaulatan negara.
Meskipun kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lampau sudah diproses secara hukum, masih ada pihak-pihak yang tak sepenuhnya puas karena langkah yang sudah ditempuh dianggap tidak mamadai.
Sedangkan kendala dari pihak luar salah satunya dapat dilihat pada upaya Vanuatu dan Kepulauan Solomon, dua negara kawasan Pasifik yang menyerang Indonesia di Sidang Majelis Umum PBB pada September yang lalu dengan tuduhan pelanggaran HAM di Papua.
Berbagai kendala tersebut seyogianya dimaknai positif sebagai saran dan masukan konstruktif bagi upaya penguatan penegakan HAM di tanah air. Para pemangku kepentingan juga harus bersikap cermat dan bijak.
Tuduhan dari Vanuatu dan Kepulauan Solomon terhadap Indonesia sebagai pelanggar HAM di Papua sudah semestinya disikapi secara tegas karena motif mereka adalah mendukung gerakan separatisme (state sponsored separatism), bukan memperjuangkan isu-isu kemanusian. Namun sikap tegas tersebut haruslah berada pada koridor norma-norma internasional yang disepakati bersama.
Hal ini juga berlaku pada level domestik. Segala tuntutan atas penanganan HAM yang dianggap kurang memadai harus direspons secara bijak dan berpijak pada hukum yang berlaku.
Ada beberapa langkah yang bisa diambil para pemangku kepentingan, khususnya pemerintah dan parlemen untuk penguatan penegakan HAM di Indonesia dalam jangka panjang.
Pertama, seperti tema yang diangkat dalam peringatan Hari HAM Internasional tahun ini, dibutuhkan diseminasi pemikiran di kalangan pemuda agar mereka berpartisipasi dalam mempromosikan perlindungan HAM di manapun mereka berada.
Internalisasi kesadaran akan HAM tersebut akan menjadi modal sosial yang mumpuni bagi bangsa dalam pembangunan jangka panjang mengingat generasi merekalah yang akan menempati posisi strategis pengambil kebijakan di masa depan.
Baca: Bamsoet: Alumni Program Persahabatan Indonesia-Jepang Harus Perkuat Kemitraan
Kedua, muatan HAM dalam empat konsensus dasar kebangsaan harus secara konsisten diintroduksi ke segenap lapisan masyarakat. Tak semua masyarakat paham bahwa hak-hak mereka sejatinya dijamin oleh konstitusi.
Oleh sebab itu, upaya legislatif dalam menyuarakan pentingnya kesadaran HAM pada masyarakat melalui program sosialisasi empat pilar kebangsaan harus semakin ditingkatkan.
Ketiga, berpijak pada keunggulan institusional Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB, Indonesia dapat mempromosikan berbagai kemajuan penegakan HAM di tanah air pada era reformasi seperti keberhasilan resolusi konflik di Aceh dan Papua, serta meningkatnya partisipasi publik dalam hal berpendapat dan berorganisasi sebagai wujud keberhasilan penerapan demokrasi berbasis HAM di tanah air. (*)