TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Taufik Madjid menghadiri Diseminasi Panduan Penyelenggaraan Program Pendidikan melalui Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) dan Merdeka Belajar Kampus Merdeka di Jakarta, Jumat (3/12/2021).
Turut hadir dalam acara itu, Kepala BPSDM Luthfiyah Nurlaela, Dirjen Pengembangan Investasi Desa Harlina Sulistyorini, Dirjen Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (PPKTrans) RR Aisyah Gamawati, Inspektur Jenderal Ekatmawati dan Dirjen Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Eko Sri Haryanto, Penasehat Menteri Desa Yoyon Suryono, Tim Penyusun Panduan, Ketua Pertides Panut Mulyono dan Pejabat Tinggi di lingkungan Kemendes PDTT.
Taufik memaparkan, Kemendes PDTT telah hampir setahun mendeklarasikan Rekognisi Pembelajaran Lampau yang sejalan dengan Program Kemendikbud yaitu Merdeka Belajar, Kampus Merdeka.
Hal ini juga sejalan dengan program Kemendes yaitu digelar pelatihan peningkatan kapasitas Pendamping Desa di 100 Kabupaten, merevitalisasi BUMDesa dan peningkatan kapasitas aparatur desa.
"Kita mau mendorong kapasitas desa itu naik, yang merupakan perintah UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dimana salah satu strategi untuk menjadikan desa menjadi entitas terdepan dalam pembangunan bangsa," kata Taufik.
Ini penting kata Taufik, karena Kemendes miliki banyak sumber dari aspek kewilayahan, dimana 91 persen Indonesia itu basisnya di pedesaan. Sekitar 43 persen penduduk adalah warga desa dari aspek kependudukan.
Hanya saja, variabel yang menentukan adalah kapasitas dari warga desa dan aparatur desa. Ini menjadi concern Kemendes PDTT selama ini. "Salah satunya lewat Program Rekognisi Pembelajaran Lampau," kata Taufik.
RPL ini disebut Taufik, sudah berjalan lama di sejumlah Perguruan Tinggi dan Kemendes PDTT melalui Forum Pertides bergerak untuk tingkatkan kapasitas para penggiat desa dalam program pemberdayaan masyarakat desa.
Taufik mengatakan, setelah panduan tersusun dan diseminasi digelar serta pihak kampus sudah menerima penggiat desa, hal yang harus dipikirkan adalah alokasi anggaran pelaksanaan program.
Salah satu cara yang ditempuh adalah mencari program beasiswa yang nantikan berikan alokasi kepada para peserta RPL dan sumber pendapatan lain agar program ini bisa berjalan.
"Gus Menteri minta program ini paling lambat Februari harus diluncurkan agar masyarakat bisa tahu dan menyesuaikan dengan pengalaman kerja yang akan disetarakan di kampus," kata Taufik.
Menurut data di Kementerian Dalam Negeri, 18 persen aparatur desa merupakan sarjana, dari D3 hingga S3, 63 persen merupakan lulusan SMA. Sementara Pendamping Desa 76 persen adalah lulusan S1 dan sebanyak 23 persen lulusan SMA.
"Kita harus mendorong agar ada peningkatan kapasitas penggerak desa," kata Taufik.
Program RPL ini juga dimasukkan dalam SDGs Desa yang memuat 18 Goals dengan 222 indikator yang menjadi acuan untuk wujudkan desa yang bebas dari kelaparan, kemiskinan hingga Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif.