News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Musyawarah Kerja Nasional KAMMI, Bamsoet: Pentingnya 'Merawat Indonesia' Cegah Negara Gagal

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memberikan sambutan pada Musyawarah Kerja Nasional Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) secara virtual dari Jakarta, Jumat (25/3/22).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan semua elemen bangsa patut bersyukur bahwa hingga saat ini ujian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang ada tidak membuat bangsa Indonesia terpecah-belah.

Bangsa Indonesia beruntung memiliki empat komitmen kebangsaan yang dijadikan rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Yaitu Pancasila sebagai dasar negara, landasan ideologi, falsafah, etika moral serta alat pemersatu bangsa; Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional; Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai konsensus yang mengikat kita dalam satu bahtera besar kebangsaan bernama Indonesia, serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menyatukan berbagai keberagaman yang dimiliki dalam satu ikatan
kebangsaan.

"Keempat komitmen kebangsaan tersebut hanya akan benar-benar berkerja dan berfungsi, serta memberikan dampak yang optimal, ketika nilai nilainya bertransformasi menjadi tindakan nyata. Serta mewujud dalam bentuk manifestasi dan implementasi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam segala aspeknya. Jika tidak, maka kekhawatiran kita akan hadirnya 'negara gagal' akan kembali mengemuka dan menjadi ancaman yang krusial," ujar Bamsoet dalam sambutan pada Musyawarah Kerja Nasional Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) secara virtual dari Jakarta, Jumat (25/3/2022).

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM dan Keamanan ini mengingatkan, sejarah mencatat kegagalan Uni Soviet dan Yugoslavia sebagai representasi negara besar dan maju di Eropa Timur, salah satu penyebabnya adalah kegagalan merawat kebersamaan sebagai sebuah bangsa.

Beberapa indikasi yang mengemuka antara lain kerapuhan sistem politik, kemerosotan ekonomi, konflik antar etnik, serta kegagalan mengidentifikasi dan merespon ancaman eskternal dan kekuatan global.

"Pada akhirnya, kompleksitas berbagai persoalan tersebut, dan kegagalan untuk membangun ikatan kebangsaan yang solid, telah menyebabkan kedua negara besar tersebut terpecah belah dan tercerai berai. Pengalaman sejarah tersebut tentu menjadi pelajaran berharga bagi setiap negara bangsa. Dalam konteks ke-Indonesiaan, urgensi 'merawat Indonesia' terasa semakin penting. Karena Indonesia pun memiliki potensi kerentanan yang sama, atau bahkan lebih besar daripada Uni Soviet dan Yugoslavia," kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan KADIN Indonesia ini menerangkan, setidaknya ada tiga faktor yang menempatkan bangsa Indonesia dalam posisi rentan dan rapuh. Pertama, bangsa Indonesia adalah bangsa besar dengan tingkat heterogenitas yang sangat tinggi. Data Kementerian Dalam Negeri menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia hingga Semester II Tahun 2021 tercatat lebih dari 273 juta jiwa.

"Besarnya jumlah penduduk ini juga tergambar dari kemajemukan yang dimiliki. Antara lain terdiri dari 1.340 suku, yang menggunakan 733 bahasa, dan menganut 6 agama serta puluhan aliran kepercayaan. Di satu sisi, kemajemukan ini menghadirkan kekayaan budaya sangat beragam. Namun di sisi lain, kondisi ini juga menghadirkan potensi adanya ancaman untuk memecah belah dan mengadu domba di antara sesama anak bangsa," jelas Bamsoet.

Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia dan Ketua Umum Pengurus Besar Olahraga Tarung Derajat ini memaparkan, faktor kedua adalah kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di antara dua benua dan dua samudera, dengan perairan yang menjadi pusat jalur perdagangan laut dunia. Menjadikan hampir mustahil bagi bangsa Indonesia untuk 'menutup diri' terhadap lalu lintas peradaban global.

"Kondisi ini membawa dua konsekuensi, bila kita mampu mengelola dengan baik, akan membuat kita semakin matang dalam membangun peradaban. Bahkan, kita berpeluang menjadi trend setter peradaban dunia. Sebaliknya, jika kita tidak bisa mengelola dengan baik, maka taruhannya adalah jatidiri dan identitas kebangsaan kita yang tergerus oleh arus peradaban global yang datang silih berganti," tegas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, faktor ketiga, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 17.504 pulau yang terbentang pada cakupan wilayah seluas hampir 5,2 juta kilometer persegi, menjadikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan beragam potensi sumber daya. Posisi strategis dan kekayaan sumberdaya yang dimiliki akan menempatkan bangsa Indonesia sebagai 'center of gravity' bagi kepentingan global.

"Karena itu, dalam memaknai 'merawat Indonesia', penting bagi kita untuk menyatukan langkah l dengan merujuk pada tujuan dan cita-cita bersama. Citacita bersama inilah yang telah diamanatkan secara eksplisit dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945, yaitu terwujudnya negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur," pungkas Bamsoet. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini