News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jazilul Fawaid : Masih Terjadi Deviasi Antara Idealisme dan Implementasi Konstitusi

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jazilul Fawaid

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengakui saat ini memang terjadi semacam deviasi (penyimpangan) antara idealisme dalam konstitusi dengan praktik atau implementasi konstitusi di lapangan. Deviasi atau ketidaksesuaian konstitusi dan praktiknya itu sudah terjadi sejak Republik ini berdiri baik pada masa Orde Lama, Orde Baru bahkan pada Orde Reformasi. Kondisi ini perlu mendapat perhatian sehingga konstitusi bisa dipraktikan dan diimplementasi secara lurus sesuai idealisme dalam konstitusi.

“Sehingga memang perlu dilakukan evaluasi terhadap konstitusi dalam berbagai isu seperti praktik dalam politik, ekonomi, otonomi daerah dan lainnya. Kita bisa terus memperbaiki konstitusi tetapi jauh lebih penting adalah praktik dan implementasi dari konstitusi,” katanya dalam Temu Pakar Pimpinan MPR bersama Forum Aspirasi Konstitusi (F-AK) MPR RI dengan tema “Evaluasi Konstitusi Untuk Mewujudkan Demokrasi Ekonomi dan Pencapaian Tujuan Bernegara” di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara V, Komplek MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (8/12/2022).

Temu Pakar ini dihadiri Ketua F-AK Prof Dr Jimly Asshiddiqie, Sekretaris F-AK Dr. Abdul Kholik, SH, MSi, dan anggota F-AK antara lain Teras Narang, Sultan Tidore Husain Syah, Intsiawati Ayus. Sedangkan pakar yang diundang adalah Rizal Ramli dan Suroto.

Jazilul Fawaid menyebut pasal-pasal dalam konstitusi sebenarnya sudah baik dan bagus. Namun, praktik dan implementasi konstitusi kadang jauh dari semangat dalam konstitusi. Bahkan praktik dan implementasi konstitusi hasil amandemen pun masih terjadi ketidaksesuaian. “Apa yang tertuang dalam konstitusi sebenarnya sudah baik dan bagus semua, termasuk Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. Tetapi praktik dan implementasinya memang kadangkala jauh dari semangat Pasal 33,” kata politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Seandainya Pasal 33 UUD NRI 1945 dipraktikan dan diimplementasikan secara benar, Jazilul yakin tidak terjadi ketimpangan distribusi kekayaan seperti disebutkan data dari lembaga Suisse bahwa rasio gini kekayaan Indonesia tahun 2021 adalah 0,77. Artinya, sebanyak 82 persen orang dewasa Indonesia hanya memiliki kekayaan di bawah Rp 150 juta.

“Praktik dan implementasi konstitusi hasil amandemen pun masih menghasilkan terjadinya ketimpangan distribusi kekayaan. Ketimpangan itu kemudian masuk ke dunia politik sehingga sekarang ini hanya sekelompok kecil yang disebut sebagai oligarki yang mempengaruhi 82% orang dewasa Indonesia. Kondisi seperti ini tentu tidak kita inginkan,” ujar Gus Jazil, sapaan Jazilul Fawaid.

Gus Jazil menambahkan untuk mengawal tujuan bernegara sesuai dengan penegakan konstitusi bukan pekerjaan mudah. Dia mencontohkan untuk mencapai target-target indikator dalam APBN pun sering meleset. Karena itu target dalam indikator-indikator APBN seperti pertumbuhan ekonomi, terus dikoreksi setiap tahun. “Negara sering tidak mencapai target dalam APBN. Apalagi untuk tujuan bernegara yang lebih besar,” tuturnya.

Sementara itu Jimly Asshiddiqie menjelaskan Forum Aspirasi Konstitusi (FAK) mendapat tugas untuk menyerap aspirasi konstitusi baik terkait rumusan konstitusi maupun implementasinya. Menurut Jimly, hasil dari Temu Pakar ini menjadi bahan masukan F-AK bagi Pimpinan MPR baik dalam rangka evaluasi konstitusi maupun untuk penyusunan rekomendasi MPR periode berikutnya.

MPR dan F-AK sudah dua kali menyelenggarakan Temu Pakar. Pada Temu Pakar sebelumnya membahas tema “Evaluasi Konstitusi Guna Menjamin Efektifitas Penyelenggaraan Negara dan Pencapaian Tujuan Bernegara”. Sedangkan Tema Temu Pakar saat ini membahas tentang Demokrasi Ekonomi kaitannya dengan konstitusi.

“Saatnya untuk mengevaluasi konstitusi dan implementasinya. Apakah rumusan dalam konstitusinya sudah tepat dan apakah implementasi konstitusi sudah sesuai dengan rumusan konstitusi. Setelah hampir 23 tahun amandemen kiranya sudah tepat untuk mengadakan evaluasi dan reformasi ekonomi. Apakah sistem ekonomi sudah sesuai dengan kesepakatan yang dirumuskan dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. Jangan-jangan kebijakan ekonomi kita makin jauh dari amanat konstitusi itu,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini