TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guna menjaga posisi lndonesia dalam kategori White List pada organisasi Tokyo MoU, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menerbitkan Surat Edaran Nomor. SE-DJPL 20 tahun 2023 Tentang Peningkatan Pengawasan Pemenuhan Kelaiklautan Kapal Berbendera Indonesia yang Melakukan Pelayaran Internasional.
Menurut Plt. Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antoni Priadi, dikeluarkannya Surat Edaran Dirjen Hubla tersebut bertujuan untuk memastikan kelaiklautan kapal berbendera Indonesia yang melakukan pelayaran internasional sehingga tidak mengalami kendala atau hambatan di pelabuhan negara lain.
“Surat Edaran ini juga sebagai pedoman bagi para Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam, Para Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, dan Para Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan, Badan Klasifikasi Nasional dan Badan Klasifikasi Asing, Organisasi yang Diakui (Recognized Organization), dan pemilik atau operator kapal dalam rangka pemeriksaan dan pengawasan kapal berbendera Indonesia yang melakukan pelayaran intemasional” kata Capt. Antoni.
Baca juga: Gelar FGD, Kemenhub Akan Segera Tetapkan Alur Masuk Pelabuhan Kelapis/Malinau
Menurut Antoni diterbitkannya SE ini, selain sebagai upaya untuk menjga posisi Negara Indonesia dalam kategori white list pada organisasi Tokyo MoU, juga sebagai bentuk pembinaan kepada Para Kepala Unit Penyelenggara Teknis (UPT) di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan dalam melakukan pengawasan kelaiklautan kapal berbendera Indonesia yang melakukan pelayaran internasional.
Adapun ruang lingkup pemeriksaan dan pengawasan kapal meliputi, pemeriksaan kelaiklautan kapal yang melakukan pelayaran internasional di pelabuhan dan Kewajiban Badan Klasifikasi Nasional dan Badan Klasifikasi Asing, Organisasi yang diakui (Recognized Organization), dan pemilik/operator kapal dalam pemenuhan dan pemeriksaan kelaiklautan kapal berbendera Indonesia yang melakukan pelayaran internasional berdasarkan ketentuan konvensi internasional yang dikeluarkan oleh Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization).
Baca juga: KNKT Gabung di Tim Investigasi Gabungan Bersama Kemenhub dan AHM Sigi Rangka eSAF
Berdasarkan SE tersebut, para Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam, Para Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, dan Para Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut:
1) Memastikan kondisi kapal telah memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal sesuai konvensi internasional dan memperhatikan Concentrated Inspection Campaign (Ciq yang diberlakukan oleh Tokyo MoU sebelum menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar kapal berbendera Indonesia yang melakukan pelayaran internasional;
2) Melakukan pemeriksaan kapal yang dilaksanakan oleh Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal (Marine Inspector) bersama Pejabat Pemeriksa Kelaiklautan dan Keamanan Kapal Asing (Porl State Control Officer) dan/atau Surveyor dari Organisasi yang diakui (Recognized Organization), untuk memastikan kondisi kapal telah memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal sesuai konvensi internasional;
3) Bagi pelabuhan yang tidak memiliki petugas pemeriksa sebagaimana dimaksud pada angka 2) wajib meminta bantuan tenaga pemeriksa kepada Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, atau Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan terdekat; dan/atau meminta tenaga Surveyor dari Organisasi yang Diakui (Recognized Organization) melalui Direktur Perkapalan dan Kepelautan, ke lokasi kapal yang akan diperiksa.
4) Kapal yang berdasarkan hasil pemeriksaan tidak ditemukan kekurangan/ ketidaksesuaian terhadap pemenuhan persyaratan kelaiklautan kapal sesuai konvensi intemasional dapat diberikan Surat Persetujuan Berlayar, namun apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan kekurangan/ketidaksesuaian, maka kapal wajib memenuhi kekurangan/ketidaksesuaian tersebut sebelum meninggalkan pelabuhan.
Baca juga: Soal Fenomena Sasis Motor Patah, Kemenhub dan Kemendag Panggil AHM
Sedangkan Bagi para pemilik/operator kapal berbendera Indonesia yang melakukan pelayaran intenasional wajib:
1) Memastikan kapal yang dioperasikan memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal sesuai konvensi intemasional; dan diawaki oleh awak kapal yang kompeten dengan jabatannya sesuai konvensi intemasional.
2) Melaporkan pelabuhan tujuan paling lambat tiga hari sebelum keberangkatan kapal kepada Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, atau Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan di lokasi kapal berada dengan;
a. Melampirkan salinan laporan pemeriksaan tanpa adanya ketidaksesuaian pada saat pengajuan Persetujuan Pengoperasian Kapal Keluar Negeri (PPKN) dan deviasi Rencana Pengoperasian Kapal (RPK) ke luar negeri;
b. Mengoperasikan kapal sesuai dengan daerah pelayaran yang tercantum pada Sertifikat Keselamatan Kapal, daerah pelayaran semua lautan diberikan berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal;
c. Melaporkan kapalnya yang mendapatkan detainable deficiency dari Port State Control (PSC) negara lain kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Perkapalan dan Kepelautan, dan untuk selanjutnya kapal tersebut dilakukan audit tambahan terhadap pemenuhan Sistem Manajemen Keselamatan Pengoperasian Kapal oleh Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal (Marine Inspectoi) dan/atau Surveyor dari Organisasi yang Diakui (Recognized Organization); dan
d. Melakukan audit ulang Sistem Manajemen Keselamatan Pengoperasian Kapal dan Pencegahan Pencemaran bagi kapal yang mendapatkan detainable deficiency dari Port State Control (PSC) negara lain 2 (dua) kali berturut-turut, dan apabila ditemukan ketidaksesuaian akan diberikan sanksi berupa pembekuan Document of Compliance (DOC) serta diturunkan sertifikasi daerah pelayaran.
Sementara Bagi Organisasi yang Diakui (Recognized Organization) harus melakukan ketentuan sebagai berikut:
a Meningkatkan ketelitian saat pemeriksaan dalam rangka penerbitan sertifikat statutory berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Kementerian Perhubungan;
b. Melakukan pemeriksaan tambahan menyeluruh terhadap kapal yang akan melakukan pelayaran internasional setelah mendapatkan laporan atau informasi dengan segera;
c. Melakukan koordinasi dengan Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, atau Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan selama pemeriksaan kapal yang akan melakukan pelayaran internasional;
d. Menyampaikan hasil pemeriksaan tambahan kepada Direktur Perkapalan dan Kepelautan;
e. Menyampaikan informasi kepada Direktur Jenderal apabila terdapat kapal berbendera Indonesia yang mengalami penahanan/ detention yang berkaitan dengan kewenangan statutory yang diberikan oleh Kementerian Perhubungan.
Baca juga: Kemenhub Komitmen Percepat Implementasi National Logistic Ecosystem di Pelabuhan Seluruh Indonesia
“Bagi Badan Klasifikasi Nasional dan Badan Klasifikasi Asing wajib menyampaikan informasi kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Perkapalan dan Kepelautan atau Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, atau Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan tempat kapal berada, apabila menemukan ketidaksesuaian terhadap pemenuhan ketentuan konvensi (statutory) internasional kapal berbendera Indonesia yang melakukan pelayaran internasional’ kata Capt. Antoni.
Terkait dengan hal tersebut di atas, Antoni meminta agar semua pihak baik para Kepala UPT Ditjen Hubla, Pimpinan Badan Klasifikasi Nasional dan Para Pimpinan Badan Klasifikasi Asing, Para Pimpinan Organisasi yang Diakui (Recognized Organization), dan Para Pemilik/Operator Kapal Berbendera Indonesia agar melaksanakan Surat Edaran Direktur Jenderal ini dengan prinsip tata kelola yang baik (good governance) dan tanggung jawab. (*)