TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengungkapkan keprihatinannya terhadap angka kemiskinan di Indonesia yang terbilang masih tinggi. Hingga Maret 2023, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai angka 25,90 juta.
Hal ini kontras dengan data dari FAO (Food and Agriculture Organization of the UN) pada 2016 yang menunjukkan bahwa Indonesia disebut sebagai negara urutan kedua penyumbang makanan terbuang dengan total sebesar 13 juta ton setiap tahunnya. Jumlah tersebut bisa memenuhi kebutuhan makanan untuk 11 persen warga Indonesia yang miskin.
Pernyataan itu disampaikan Hidayat Nur Wahid saat menjadi pembicara kunci pada peluncuran buku karangannya yang berjudul "RUU Bank Makanan Untuk Kesejahteraan Sosial". Acara tersebut berlangsung di Ruang Kenanga, Gelora Bung Karno (GBK), Minggu (24/9/2023). Ikut hadir pada acara tersebut Menteri Pertanian periode 2009-2014 Suswono, Direktur Food Bank Indonesia M. Hendro Utomo, serta Direktur Institut Indonesia Dr. Muhammad Iqbal.
Berdasarkan laporan Harian Kompas, nilai sampah makanan di Indonesia pada tahun 2022 bisa mencapai Rp330 Triliun bila ditotalkan. Jumlah ini bahkan lebih dari 4 kali lipat anggaran tahunan Kementerian Sosial RI. Padahal menurut Global Hunger Index (GHI), tingkat kelaparan di Indonesia menempati ranking ketiga paling tinggi di kawasan Asia Tenggara. Di atas Indonesia terdapat Laos dan Timor Leste yang menempati peringkat kedua dan dan pertama.
Baca juga: HNW: Demokrasi dan Konstitusi Jadi Ruang bagi Anak Muda Berkontribusi Merancang Masa Depan
Tingginya makanan terbuang itu menurut Hidayat Nur Wahid, salah satunya terjadi karena adanya kekosongan norma hukum Lex Specialis yang menyangkut maksimalisasi makanan dan minimalisasi pemubaziran makanan. Padahal berbagai UU pendukung menyangkut persoalan makanan dan penanggulangan kemiskinan sudah ada, seperti UU Makanan dan Pengolahan Lahan Pertanian, UU Penanggulangan Kemiskinan, hingga UU Jaminan Sosial.
"Meski belum ada payung hukum yang khusus, tetapi karena tradisi di Indonesia yang mengedepankan sikap hidup gotong royong, sehingga di kampung-kampung pun muncul tradisi “lumbung pangan”, maka memperhatikan fenomena yang memprihatinkan soal pemubadziran makanan di satu pihak dan masih tingginya angka kemiskinan termasuk stunting, maka wajar saja bila di Indonesia bermunculanlah para aktivis dan relawan foodbank yang semakin membanyak jumlah dan aktifitasnya yang sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Hanya saja masih ada keraguan karena kegiatan mereka belum dinaungi undang-undang yang seharusnya. Masyarakat yang sangat memerlukan pun kerap merasa ragu-ragu terhadap legalitas dan kualitas makanan yang diterimanya, juga para donatur sering belum bisa mendukung secara baik, akibat belum adanya payung hukum tersebut. Apalagi ke depan, bayang krisis ekonomi dan pangan sangat mengkhawatirkan. Untuk itulah dirinya menginisiasi pengajuan RUU Bank Makanan Untuk Kesejahteraan Sosial, yang sudah diterima oleh Baleg DPR RI. Dengan makin pentingnya soal terkait bank makanan ini, sangat diharap DPR RI segera memasukkannya ke dalam program prioritas legislasi nasional,” ungkap HNW.
Baca juga: HNW Minta Pemerintah Samakan Anggaran Sekolah di Bawah Kemenag dengan Kemendikbud
"Diterimanya RUU Bank Makanan menjadi jawaban atas amanat pasal 34 ayat 1 UUD NRI Tahun 1944. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Juga pasal 24C ayat 1," tambahnya.
Jika UU Bank Makanan bisa terwujud, menurut HNW tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kemubaziran makanan, seperti hotel, restoran, tempat pesta perkawinan, kafe dan mal bisa langsung terhubung dengan aktivis dan lembaga bank makanan yang legal untuk mengurangi makanan yang berlebih, atau makanan yang akan memasuki masa expired agar didistribusikan kepada warga miskin atau pihak-pihak yang membutuhkan.
"Selain perlu adanya tindakan preventif berupa edukasi kepada masyarakat, tetapi adanya payung hukum ini akan memberikan dukungan dan dorongan agar permasalahan terkait dengan pemubadziran makanan di satu pihak, dan masih tingginya angka kemiskinan di pihak lain, berbarengan dengan makin banyaknya aktivitas bank makanan, dapat menemukan solusi positifnya. Itulah salah satu bukti dari hadirnya negara hukum sebagaimana ketentuan konstitusi,” pungkasnya.(*)
Baca juga: HNW Minta Pemerintah Perhatikan Nasib dan Kesejahteraan Guru Raudhatul Athfal