News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hadiri Seminar Nasional, HNW: Pesantren Perlu Cerahkan Politik, agar Demokrasi Lebih Bermartabat

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid hadir sebagai keynote speech dalam seminar nasional di Pondok Pesantren Nurul Iman Islamic Boarding School, pada Selasa (7/11/2023)

TRIBUNNEWS.COM - Sekitar 15.000 santri memenuhi Masjid Thoha yang menyelenggarakan seminar nasional di Komplek Yayasan Al Ashriyyah Pondok Pesantren Nurul Iman Islamic Boarding School, Parung, Bogor, Jawa Barat pada Selasa, (7/11/2023).
 
Seminar yang bertema politik identitas dan partai politik, diselenggarakan oleh pondok pesantren yang beralamat di Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu mengundang Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid sebagai keynote speech.
 
Bagi HNW ini bukan pertama kalinya ia datang ke Nurul Iman. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada tahun 2007, saat menjabat sebagai Ketua MPR, sudah pernah bersilaturahmi ke pondok pesantren yang menggratiskan semua santrinya yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia. 

Baca juga: Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Peningkatan Pemberdayaan UMKM

Di hadapan peserta seminar, HNW mengatakan sudah semestinya pondok pesantren melanjutkan peran mensejarah, membuka diri, berkolaborasi membangun umat dan negeri, sehingga tidak anti politik, bahkan bisa mencerahkan demokrasi. Keterlibatan pondok pesantren dalam urusan politik disebut akan membawa demokrasi bangsa Indonesia menjadi lebih beridentitas yang bermanfaat dan bermartabat, melalui visi dan misi pesantren yg hadirkan Islam rahmatan lil alamin.
 
Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) tahun 1978 itu menekankan hal demikian, sebab dalam ajaran agama Islam, yang dipelajari di pesantren-pesantren, mengurusi rakyat atau masalah publik, termasuk kategori masalah yang sangat dipentingkan. Dicontohkan dalam kitab karya Imam Al Mawardi, dikatakan sesuatu hal yang mengurusi masalah rakyat adalah bagian dari urusan agama di mana hal demikian sangat dipentingkan.

Lebih lanjut dicontohkan, Rasulullah pernah mengatakan kalau ada tiga orang yang hendak melakukan perjalanan maka satu di antara tiga orang itu harus dijadikan pemimpin. “Bepergian saja harus ada pemimpin apalagi dalam perjalanan mengurus bangsa dan negara yang melibatkan ratusan juta warga dan memiliki tujuan jangka panjang," ujar Ketua Badan Wakaf PMDG itu.

Baca juga: HNW: Aksi Indonesia Bela Palestina adalah Wujud Implementasi Pembukaan UUD 1945

Dikatakan, bangsa ini memiliki 270 juta penduduk. Penduduk sebanyak itu pastinya membutuhkan seorang pemimpin. Dalam soal memilih pemimpin, pesantren mengajarkan haznah ilmu dan praktek yang baik benar dan panjang. Maka HNW mengingatkan agar masyarakat pesantren mengamalkan ilmu yg dipelajari di pesantren untuk berkontribusi mencerdaskan masyarakat.

Sehingga mereka berpartisipasi sukseskan kegiatan berdemokrasi yang bisa membangun negeri dengan hanya memilih calon pemimpin dan wakil mereka di parlemen yang memiliki identitas yang benar, dan track record lulus dari ujian hadirkan kepedulian bagi umat dan rakyat.
 
Alumni Universitas Madinah, Arab Saudi itu menjelaskan, dahulu ketika bangsa ini memperjuangkan kemerdekaannya, para kiai, ulama, dan santri ikut berjuang dan meneriakkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Merdeka.
 
Tanpa identitas itu menurut HNW bagaimana bisa para Kiai mengajak santri dan umat Islam lainnya berjihad membebaskan Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda. Dalam babak sejarah lainnya, para ulama menyepakati dasar negara adalah Pancasila. Dan melalui tokoh Partai Islam Masyumi; M Natsir, Indonesia juga kembali menjadi NKRI.

Baca juga: Terus Perjuangkan Aspirasi Penyandang Disabilitas, HNW Salurkan Bantuan Senilai Rp110 Juta

Dalam Sila I Pancasila disebut Ketuhanan yang Maha Esa. “Itu juga identitas yang menegaskan bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama/bertuhan bukan bangsa komunis, atheis, liberalis," tuturnya. Dari sinilah HNW berpendapat kalau tidak boleh memakai politik identitas yang benar, apa berarti tidak boleh menggunakan Pancasila dan NKRI sebagai identitas politik. Ditegaskan politik identitas kita yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
 
Dari paparan di atas, dirinya menyebut partai beridentitas Islam adalah sah baik secara sejarah maupun legal secara aturan konstitusi/hukum. “Beda dengan komunisme, atheisme, separatisme, dan LGBT, yang jelas-jelas tidak sesuai dengan Pancasila dan Konstitusi,” tegasnya.
 
Partai politik yang beridentitas maka ia akan menghadirkan sikap cinta bangsa, rahmatan nil alamin, melakukan edukasi politik, menyerap aspirasi rakyat, yang kemudian memperjuangkan di DPR. “Dari sinilah banyak hal yang bisa diperjuangkan oleh partai politik untuk umat dan Indonesia yang kita cita-citakan. Hal ini juga yang perlu terus dikaji, dikembangkan dan disukseskan oleh dunia pesantren,” paparnya.

Baca juga: Ketua MPR RI Bamsoet Apresiasi Kiprah GRANAT 24 Tahun Perangi Narkoba

Pria asal Klaten itu merasa ada upaya untuk menjauhkan umat dengan identitas-identitas di atas sehingga politik yang ada jauh dari tata krama, menghalalkan segala cara, dan bukan dari ibadah. Padahal politik yang beridentitas baik dan benar, akan membawa umat dan rakyat pada suasana politik yang luber jurdil, tidak menyebar fitnah, anti hoax. Sehingga hasilnya akan membawa kepada realisasi tujuan Proklamasi dan Reformasi,” tutupnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini