Berdasarkan catatan Wahyu sejak 2015 hingga 2022, pemerintah sudah mengalokasikan Rp3.492,8 triliun untuk anggaran pendidikan dalam upaya mewujudkan SDM unggul.
Pada rentang waktu yang sama, jelas Wahyu, pemerintah juga mengalokasikan Rp2. 736,8 triliun untuk program perlindungan sosial untuk kesejahteraan. Dengan alokasi anggaran tersebut, tingkat kemiskinan dapat ditekan dari 11,25 persen pada 2014 menjadi 9,36% pada 2023.
"Pertumbuhan ekonomi harus diikuti peran kebijakan fiskal yang efektif," tegasnya.
Kepala Tim Kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Elan Satriawan berpendapat 2024 adalah momen penting pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, karena waktunya menilai pelaksanaan dan pencapaian pembangunan, serta target-target tambahan seperti stunting dan kemiskinan ekstrem.
Diakui Elan, secara teknis ada target-target pembangunan yang pencapaiannya sudah on the track seperti antara lain tingkat kemiskinan ekstrem.
Pada Maret 2023, ungkap dia, tingkat kemiskinan ekstrem tercatat sudah 1,12%. Sehingga, Elan cukup optimistis tingkat kemiskinan ekstrem 0% pada akhir 2024 bisa tercapai.
Namun, tegas Elan, untuk pencapaian target-target lain bukan hal yang mudah dan penuh tantangan.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Sertifikasi dan Kompetensi SDM Dorong Pertumbuhan Pariwisata Nasional
Diakui Elan, APBN 2024 cukup optimistis dari sisi belanja dan resources cukup besar daripada tahun lalu. Namun, ujar dia, untuk mewujudkan kesuksesan pembangunan tidak bisa dilihat dari besarnya anggaran semata, lebih penting dari itu adalah efektivitas realisasinya.
Bagaimana anggaran yang ada saat ini bisa memanifestasikan pencapaian sejumlah target, tegas Elan, perlu kondisi-kondisi tertentu.
Dengan pendekatan yang business as usual, menurut Elan, sangat sulit untuk mencapai target kemiskinan RPJMN 2024 pada kisaran 6,5%-7, 5%.
Elan menilai, perlu kebijakan khusus untuk mencapai angka kemiskinan 7,5% pada 2024 atau setara dengan penurunan sebesar 1,86% dalam satu tahun.
Karena, tegasnya, prestasi penurunan angka kemiskinan yang bisa dicapai pemerintahan dalam setahun pada sebelum pandemi tercatat 0,8%.
Selain itu, Elan juga berpendapat, target pengangguran 5% sulit tercapai. Karena, tambah dia, yang tumbuh saat ini adalah sektor informal yang tidak tercatat.
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB, Universitas Indonesia Vid Adrison berpendapat suatu negara butuh uang untuk membangun. Ada kalanya, ujar Vid, biaya tidak mencukupi sehingga harus melakukan defisit financing.