TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, ada sekitar 42 ribu peraturan di Indonesia mulai dari undang-undang, peraturan presiden, peraturan pemerintah, hingga peraturan gubernur, bupati, dan walikota saling tumpang tindih.
Namun, banyaknya hiper regulasi, disharmonisasi regulasi, multi interpretasi regulasi tersebut berdampak pada terhambatnya kemajuan perekonomian, diantaranya iklim investasi dan kemudahan berusaha di Indonesia.
Untuk itu, Bamsoet mengajak Presiden Terpilih Prabowo Subianto memulai langkah pembenahan melalui 'legislasi review' di dalam program 100 hari pemerintahannya.
Diantaranya mereview berbagai undang-undang dan peraturan hukum yang berlaku untuk mengetahui apakah ada yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Sehingga bisa tercipta kepastian hukum, karena antara satu peraturan dengan peraturan lainnya tidak menegasikan ataupun saling bertentangan.
"Untuk melakukan legislasi review, pemerintah bisa memanfaatkan teknologi artificial intelligence (AI) yang dikembangkan oleh anak bangsa. Misalnya melalui MRAFE, AI yang dikembangkan Miklos Sunario, pemuda Indonesia berusia 20 tahun, yang kembali diminta tampil dalam salah satu forum sidang di United Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB), di Geneva, Swiss akhir Mei 2024, untuk memperkenalkan MRAFE miliknya. Tampilnya Miklos di PBB membuktikan bahwa dunia sudah mengakui dan menaruh perhatian terhadap MRAFE, jangan sampai justru Indonesia kecolongan karena tidak memanfaatkan MRAFE dengan baik," ujar Bamsoet usai menerima Miklos Sunario, di Jakarta, Rabu (15/5/24).
Baca juga: Bamsoet Apresiasi Kehadiran Jeep BAIC Indonesia Ramaikan Pasar Otomotif Indonesia
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, melalui MRAFE, pemerintah maupun korporasi bisa menyusun strategi dan perencanaan secara cepat dan tepat dengan menghemat banyak biaya. Bahkan mampu memberikan analisis mengenai kekuatan maupun kelemahan suatu kebijakan, serta memberikan rekomendasi yang diperlukan beserta langkah-langkah konkrit dan cara memonitor kemajuannya.
"Jika didukung dan dikembangkan dengan baik, MRAFE bisa menjadi kebanggaan Indonesia. Tidak hanya untuk legislasi review, pemerintah juga bisa memanfaatkannya untuk kebutuhan analisis berbagai kebijakan lainnya" jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, keunggulan lain MRAFE adalah mampu menjawab persoalan data yang selama ini menjadi masalah utama.
Pada umumnya, aplikasi lain hanya mampu memproses data yang sudah terinput secara teks, sedangkan MRAFE mampu mengolah berbagai sumber data termasuk gambar, suara, PPT, PDF maupun berbagai sumber lainnya secara instan serta langsung menampilkan sumber referensinya saat penyusunan strategi dan kebijakan.
"Indonesia jangan sampai tertinggal oleh negara lain karena kini setiap negara yang mampu memanfaatkan AI dengan tepat akan maju lebih pesat. Karena itu, dukungan pemerintah terhadap talenta digital seperti Miklos sangat penting. Jangan sampai kemampuan Miklos maupun talenta digital lainnya justru dimanfaatkan negara lain," pungkas Bamsoet.
Baca juga: Bamsoet Dukung Kemajuan Peran Swasta dalam Industri Pertahanan dan Keamanan Nasional