TRIBUNNEWS.COM - Upaya untuk memperjuangkan hak-hak bangsa Palestina harus konsisten dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan nilai-nilai Pancasila yang menjujung tinggi kemanusiaan.
"Solidaritas pada yang tertindas, menderita,
termarjinalkan dan mengalami subordinasi, merupakan panggilan kemanusiaan yang menembus semua sekat perbedaan dan setiap struktur kuasa," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Keberpihakan Perempuan Pancasila: Bentuk Solidaritas untuk Perempuan dan Anak-Anak di Konflik Palestina-Israel, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (12/6).
Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, S.H, LL.M (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Willy Aditya (Anggota DPR RI),
Dr. Athiqah Nur Alami (Kepala Pusat Riset Politik, Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN – Penulis Artikel “Why we need feminism to call for a cease-fire in Gaza”), Andy Yentriyani (Ketua Komnas Perempuan) dan Dr. Dina Y. Sulaeman (Pakar Geopolitik Timur Tengah - Dosen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran) sebagai narasumber.
Selain itu hadir pula Eva Kusuma Sundari (Direktur Sarinah Institute) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, dalam kapasitas kemanusiaan kita, setiap bentuk normalisasi pada kekerasan tidak dapat diterima dengan alasan apa pun.
Perempuan Pancasila, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, dapat kita simpulkan sebagai perempuan yang mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap pergerakan dan perjuangannya.
Nilai-nilai Pancasila, tambah Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, memiliki intisari nilai gotong-royong yang mengandung makna solidaritas dan keramahan.
Berbekal semangat membangun solidaritas antarumat manusia, Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, perempuan Indonesia dapat berperan aktif dengan berbagai cara dalam upaya penegakan hak-hak masyarakat dan kemerdekaan bangsa Palestina.
Anggota DPR RI, Willy Aditya mengungkapkan krisis kemanusiaan di Palestina itu justru pemicunya adalah krisis kemanusiaan yang terjadi pada para pemimpin Israel yang tanpa pandang bulu membombardir Palestina.
Sejatinya, menurut Willy, bukan bangsa Palestina yang paling bertanggung jawab atas derita bangsa Yahudi. Bangsa Eropa lah, tegas dia, yang seharusnya bertanggungjawab.
Kenyataannya, jelas Willy, dunia internasional tidak mampu menghentikan konflik yang terjadi di Palestina.
Terkait dengan penderitaan yang dialami bangsa Palestina itu, Willy yang juga politisi Partai NasDem itu, mengungkapkan, dalam rangka penyelenggaraan Kongres ke-3 Partai NasDem akan menggelar aksi Five dollar for Humanity untuk Palestina.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani berpendapat, berkepanjangannya konflik Palestina-Israel memperlihatkan bahwa mekanisme yang ditegakkan pasca-Perang Dunia ke 2 tidak mampu merespon dengan baik konflik-konflik yang terjadi.
Menurut Andy, perang dan konflik bukan barang baru dan secara umum memiliki konstruksi yang sangat maskulin, karena satu pihak harus menaklukan yang lainnya. Menurut dia, perlu ada konstruksi powersharing.