Sementara itu, Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia Tjut Rifameutia menekankan soal pentingnya survei kesehatan mental masyarakat. Melalui survei, diharapkan kita mendapatkan potret kesiapan mental para calon orang tua di masa depan.
Dengan begitu, para pemangku kebijakan dapat mempersiapkan langkah-langkah antisipatif untuk mencegah potensi gangguan kesehatan mental yang muncul. Apalagi, 20 persen populasi di Indonesia berpotensi mengalami gangguan kesehatan mental.
"Pengalaman sulit di masa anak-anak akan sangat memengaruhi kesehatan mental di masa dewasa," tegas Tjut Rifameutia.
Karena itu, menurutnya sebuah keluarga perlu mengetahui dan memahami peran dan fungsi setiap anggota keluarganya, termasuk peran bapak dan ibu pada keluarga itu.
"Karena pendidikan keluarga atau parenting itu sangat penting dalam membangun kesehatan mental masyarakat," ujarnya.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Negara Harus Mampu Menjamin Terpenuhinya Hak-Hak Anak
Narasumber Psikolog Anak dan Remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjojo berpendapat bahwa tantangan kesehatan mental anak dan remaja di Indonesia antara lain muncul karena ketidaksiapan orang tua dalam mendidik anak. Menurut Vera, orang tua seringkali menyerahkan urusan pendidikan anak kepada orang lain, sehingga tumbuh kembang anak rawan terganggu.
Hal ini dikarenakan peran aktif orang tua baik secara fisik dan emosional sangat penting dan memengaruhi perkembangan kesehatan mental anak.
Selain itu, keberadaan media sosial dan internet saat ini juga sangat memengaruhi kesehatan mental anak. Kegemaran menggunakan media sosial dan game online, ujar Vera, berpotensi mengganggu pola tidur, makan dan olah raga anak, yang berujung pada gangguan kesehatan mental.
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi mengungkapkan gangguan kesehatan mental kerap diawali dengan depresi. Pada skala global, dampak gangguan kesehatan mental masyarakat menimbulkan kerugian hingga US$1 triliun.
Berdasarkan kenyataan itu, ia berharap agar kesehatan mental masyarakat harus segera dimitigasi dan penanganannya harus dilakukan secara sistematis dimulai dari lingkungan keluarga.
"Peran ibu sangat penting untuk memberikan respon cepat terhadap anak yang mengalami gangguan kesehatan mental," tegasnya.
Permasalahan lain yang disoroti Nurhadi adalah fakta bahwa isu kesehatan mental di Indonesia belum mendapatkan perhatian yang serius. Bila dilihat dari alokasi anggarannya, masih di bawah 1 persen dari alokasi anggaran kesehatan secara nasional.
Nurhadi menilai bila kesehatan mental masyarakat tidak dikelola atau ditangani dengan baik akan mempengaruhi kesehatan setiap anak bangsa secara luas.
Wartawan senior Saur Hutabarat mengingatkan agar peningkatan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) harus mendapat perhatian serius, karena dapat mempengaruhi kesehatan mental anggota keluarga. Saur berpendapat, di masa depan stres akan jauh lebih berat di tengah ekosistem persaingan yang lebih keras. Karena itu, cara-cara mengelola kecemasan atau stress harus menjadi bagian penting dalam pendidikan di rumah tangga.