TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendorong Universitas Udayana Bali untuk melakukan kajian akademis terkait pemanfaatan energi nuklir sebagai sumber energi alternatif di Indonesia. Indonesia sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah, memiliki potensi besar dalam pengembangan energi nuklir, khususnya thorium dan uranium. Memanfaatkan sumber daya nuklir sebagai sumber energi alternatif tidak hanya dapat mengurangi ketergantungan terhadap batu bara, tetapi juga dapat meningkatkan ketahanan energi nasional.
Menurut data Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Indonesia memiliki cadangan uranium sekitar 90.000 ton dan thorium sebanyak 150.000 ton. Bahan baku nuklir tersebut tersebar di beberapa kota, di antaranya di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Sumatera tercatat memiliki sekitar 31.567 ton uranium dan 126.821 ton thorium. Sementara Kalimantan memiliki sebanyak 45.731 ton uranium dan 7.028 ton thorium. Sulawesi memiliki 3.793 ton uranium dan 6.562 ton. Dalam konteks transisi energi menuju masa depan yang lebih berkelanjutan, energi nuklir terutama dari thorium, menjadi salah satu solusi yang menjanjikan.
"Energi thorium sering disebut sebagai 'nuklir hijau' karena karakteristiknya yang menghasilkan limbah radioaktif jauh lebih rendah dibandingkan dengan uranium. Berbeda dengan reaktor nuklir konvensional yang biasanya menggunakan uranium, reaktor yang menggunakan thorium dapat menghasilkan energi yang sangat besar dengan jumlah bahan baku yang jauh lebih sedikit. Sebagai perbandingan, untuk menghasilkan 1 GW listrik per tahun, dibutuhkan hanya sekitar 7 ton thorium, sedangkan untuk uranium dibutuhkan antara 200-250 ton," ujar Bamsoet saat menerima Rektor Universitas Udayana Bali, I Ketut Sudarsana, di Bali, Kamis (26/12/24).
Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini memaparkan, pengembangan energi nuklir berbasis thorium di Indonesia memiliki beberapa peluang yang sangat menjanjikan. Pertama, pemanfaatan thorium sebagai sumber energi alternatif dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar fosil. Indonesia yang saat ini masih mengandalkan batu bara dan bahan bakar fosil lainnya, dapat beralih ke energi lebih bersih dan efisien. Ini sejalan dengan komitmen internasional untuk memerangi perubahan iklim.
Kedua, dengan memanfaatkan energi nuklir, Indonesia dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan investasi dalam sektor energi. Proyek-proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir akan membutuhkan tenaga kerja terampil dan investasi dari sektor swasta yang pada gilirannya dapat merangsang pertumbuhan perekonomian lokal.
"Ketiga, pengembangan energi nuklir juga sejalan dengan upaya diversifikasi sumber energi nasional. Dalam konteks global yang terus berubah dan tantangan energi yang semakin kompleks, memiliki berbagai sumber energi alternatif dapat meningkatkan ketahanan energi nasional Indonesia," kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini mengingatkan, meskipun peluang pengembangan energi nuklir di Indonesia sangat besar, namun masih ada beberapa tantangan yang harus diselesaikan. Perlu dibuat regulasi dan kebijakan yang jelas serta mendukung pengembangan energi nuklir untuk menarik investasi. Masyarakat perlu pula mendapatkan sosialisasi yang memadai terkait penggunaan energi nuklir untuk menghindari stigma negatif.
Kekhawatiran mengenai isu keselamatan nuklir juga tidak dapat diabaikan. Pengelolaan limbah nuklir harus dikelola dengan ketat untuk mencegah dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini membutuhkan teknologi canggih dan pemeliharaan infrastruktur yang terus-menerus.
"Pengetahuan dan keterampilan teknis di bidang energi nuklir masih terbatas di Indonesia. Karena itu, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang memadai agar tenaga kerja lokal dapat bersaing dan mampu mengelola teknologi yang digunakan dalam pembangkit listrik tenaga nuklir," pungkas Bamsoet. (*)