Menurut Broto, jika melihat jumlah pelanggaran wilayah udara Taiwan yang dilakukan Tiongkok tercatat 20-30 kali per hari, ketegangan di kawasan tersebut diperkirakan akan meningkat.
Namun, menurut Broto, di sisi Taiwan hal itu diperkirakan tidak akan memicu konflik terbuka, karena Taiwan lebih cenderung untuk mempertahankan status quo.
Mengingat ada kepentingan Indonesia yang cukup besar di Taiwan, Broto berharap, ada fleksibilitas dalam pelaksanaan kebijakan satu China yang telah disepakati.
Anggota Komisi I DPR RI Periode 2019-2024, Muhammad Farhan berpendapat kebijakan satu China memiliki konsekuensi kita harus mampu memaknai hubungan dengan Taiwan dengan langkah yang tepat.
Menurut Farhan, Indonesia dapat berperan aktif dalam menjaga stabilitas di perairan Natuna Utara dengan membangun kerja sama antar negara-negara di kawasan tersebut, yang melibatkan Tiongkok dan Taiwan. Dalam kerja sama tersebut, tegas Farhan, tentu kita harus selalu berpihak pada kepentingan Indonesia.
Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat perang Rusia-Ukraina tidak mampu menginspirasi pecahnya perang Tiongkok-Taiwan. Karena, tegas Saur, secara energi dan kecukupan pangan, Tiongkok belum memadai untuk berperang.
"Kecukupan pangan Tiongkok saat ini sangat rendah untuk memenuhi kebutuhan pangan miliaran penduduknya bila perang terjadi," ujar Saur.
Sehingga, jelas dia, bagi Indinesia, langkah menyegerakan pembangunan angkatan perang yang tangguh bisa ditunda untuk mengedepankan upaya mengatasi pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Pengembangan Sumber Daya Perdesaan Harus Beri Manfaat Berkelanjutan