TRIBUNNEWS.COM - Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) menggelar sosialisasi Hasil United Nations Climate Change Conference 2024 (COP29) sekaligus Peluncuran Result-Based Contribution-4 (RBC-4) di Jakarta, Selasa, (10/12/2024).
Pada kegiatan ini, Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan beberapa capaian utama dari hasil COP29 UNFCCC yang telah diselenggarakan di Baku, Azerbaijan, 11–24 November 2024.
Diantaranya yaitu disepakatinya Baku Climate Unity Pact yang mencakup New Collective Quantified Goal (NCQG) atau komitmen negara maju untuk pendanaan aksi iklim negara berkembang—termasuk Indonesia—mencapai USD 300 miliar per tahun pada 2035.
“Meski jumlah tersebut masih kurang dari kebutuhan pendanaan iklim sebesar USD 1,3 triliun per tahun pada 2035, terdapat peningkatan dari komitmen sebelumnya sebesar USD 100 miliar per tahun,” jelasnya.
Hasil COP29 berikutnya yaitu kesepakatan Article 6 of the Paris Agreement mengenai Cooperative Mechanism (Mekanisme Kerjasama) untuk mendukung pemenuhan NDC.
Hanif menjelaskan, sebagai tindak lanjut, Indonesia akan mengoptimalkan peluang perdagangan karbon, dengan tetap mengantisipasi potensi terjadinya junk credit melalui penguatan mekanisme kendali nasional dan mengikuti proses di UNFCCC.
Pada kegiatan ini turut disepakati Agenda Loss and Damage (LnD) Fund yaitu pencanangan pendanaan (pledge) sebesar USD 731 juta dari beberapa negara maju untuk membantu negara-negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Adapun agenda lain adalah Indonesia bersama Friends of Ocean menginisiasi pernyataan bersama (joint statement) yang mendorong pengarusutamaan hubungan laut (Ocean Climate Nexus) dan iklim, serta integrasi aksi berbasis laut pada NDC (Nationally Determined Contributions).
Di kesempatan yang sama, MenLH Hanif turut menyampaikan bahwa pada COP29, turut hadir Tim Paviliun Indonesia yang bertugas melaksanakan soft diplomacy dengan menampilkan showcase keberhasilan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dari berbagai elemen masyarakat selain Pemerintah, yakni akademisi/perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan para rekan dunia usaha.
Paviliun Indonesia telah menyelenggarakan total 44 (empat puluh empat) talkshow selama 2 minggu pelaksanaan, dengan total pembicara 215 (dua ratus lima belas) pembicara.
Pada COP29, Delegasi RI juga sukses menghasilkan beberapa kerja sama bilateral. Hal ini sesuai yang disampaikan MenLH Hanif Faisol bahwa Delegasi RI harus aktif menjalin kerja sama bilateral antara negara ataupun lembaga untuk lebih banyak hasil yang didapatkan Indonesia dari keikutsertaan di COP29.
”Forum negosiasi multilateral tidaklah dengan mudah dan cepat dapat menghasilkan kesepakatan yang sesuai keinginan kita. Untuk itu, Delegasi Indonesia telah menyiapkan Plan B terutama untuk mendapatkan tangible result dari apa yang kita targetkan sebagai low hanging fruits," terang Menteri Hanif.
Baca juga: Persemaian Skala Besar: Pilar Baru Indonesia dalam Mitigasi Perubahan Iklim
Adapun kerja sama bilateral dengan sejumlah mitra strategis yang berhasil dijalin Indonesia selama COP29, antara lain:
- Peluncuran Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk perdagangan karbon melalui proyek investasi Jepang dengan skema Joint Crediting Mechanism (JCM) yang tercatat dalam Sistem Registri Nasional (SRN) Indonesia, senilai lebih dari USD 10 miliar untuk lebih dari 50 proyek baru. Ke depan akan diupayakan adanya skema MRA yang sama bagi negara-negara lain yang berminat melakukan kerja sama bilateral dalam perdagangan karbon.
- Kerja sama dengan World Resources Institute untuk membahas kerja sama terkait forest monitoring system.
- Kerja sama dengan Gold Standard dan LEAF COALITION untuk untuk membahas kerja sama pengakuan standar dan metodologi pasar karbon sukarela.
Berbagai bentuk kerja sama tersebut diharapkan menjadi landasan kuat bagi aksi iklim Indonesia yang lebih berdampak.
Kontribusi Indonesia atasi perubahan iklim
Utusan Khusus Presiden RI Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo yang turut hadir pada acara tersebut, dalam arahannya menyatakan bahwa sikap Pemerintah Indonesia adalah “no complaints and no demands”.
Artinya, Indonesia tidak mengeluh maupun menuntut apapun kepada komunitas internasional. Sebaliknya, Indonesia justru menawarkan ide-ide dan program untuk mengatasi perubahan iklim.
“Ke depan, Indonesia berencana membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 103 GW, di mana 75 persen-nya menggunakan energi baru terbarukan, antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Bayu, Pembangkit Listrik Tenaga Air, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (geothermal), dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa,” papar Hashim.
Selain itu, Indonesia juga berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam sehingga tidak ada satu pun yang berasal dari batu bara. Sebagai tambahan, Indonesia ikut menawarkan program Carbon Capture and Storage (CCS) yang saat ini potensinya mencapai 500--700 Gigaton CO2.
“Program lain yang ditawarkan oleh Indonesia adalah kredit karbon sebesar 577 juta Ton CO2e. Selain itu Indonesia menawarkan Kembali 600 juta ton kredit karbon yang saat ini masih dalam tahap verifikasi,” tambahnya.
Hashim juga menegaskan sikap Indonesia terhadap pemberitaan yang berkembang mengenai phase-out Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara saat di COP29 di Baku, Azerbaijan. Ia mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia tidak akan melakukan phase-out Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara, melainkan hanya akan melakukan phase-down, atau menurunkan jumlah pembangkit listrik tenaga batu bara.
Ia turut menyampaikan bahwa Presiden Prabowo telah menyetujui untuk melakukan reforestasi secara masif dan menggiatkan perhutanan sosial.
Menjelaskan lebih lanjut perihal reforestasi, Menteri Kehutanan Raja Juli menyampaikan bahwa sesuai arahan Presiden RI Prabowo Subianto, program rehabilitasi lahan kritis seluas 12,7 juta hektare (ha) sedang disiapkan dengan peta jalan (roadmap) dan perencanaan strategis terkait reforestasi lahan kritis.
“Kebijakan dan program ini akan sangat signifikan dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca,serta peningkatan kapasitas penyerapan karbon di Indonesia,” tambah Menteri Raja Juli.
Peluncuran RBC-4
Di sela acara Sosialisasi Hasil COP29, turut dilakukan peluncuran tahap keempat Result-Based Contribution (RBC-4) oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Rut Kruger Giverin.
RBC-4 merupakan hasil kerja sama strategis antara Republik Indonesia dan Kerajaan Norwegia sebagai wujud dukungan internasional terhadap pengurangan emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) di Indonesia.
Dalam RBC-4, Indonesia memperoleh pembayaran sebesar USD 60 juta atas capaian pengurangan emisi gas rumah kaca pada tahun 2019–2020.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia telah menerima tiga kali pembayaran pendanaan. Pembayaran pertama sebesar USD 56 juta diberikan untuk pengurangan emisi tahun 2016–2017 sebesar 11,2 juta ton CO₂e.
Sementara itu, pembayaran kedua dan ketiga sebesar USD 100 juta diberikan secara bersamaan untuk pengurangan emisi tahun 2017–2019 sebesar 20 juta ton CO₂e.
“Acara hari ini adalah untuk meluncurkan Kontribusi Pengurangan Emisi tahap 4 sebagai kelanjutan dari kemitraan yang baik antara Indonesia dan Norwegia dalam kerangka kerja sama FOLU Net Sink 2030,” jelas Menteri Hanif.
“Hal ini menandai komitmen yang kuat untuk kerja sama yang baik, kolaborasi, dan tindakan kolektif dalam menghadapi tantangan lingkungan global yang akan datang,” lanjutnya.
Menteri Kehutanan Raja Juli menyampaikan, saat ini, fokus Kementerian Kehutanan adalah menampilkan hasil yang nyata dari inisiatif iklim Indonesia, khususnya dalam mempertahankan target FOLU Net Sink 2030 Indonesia agar tetap pada jalurnya.
”Hal ini memastikan kami memegang kendali dan memberikan pengaruh yang menentukan dalam mencapai Net Zero Emissions pada tahun 2060, atau bahkan lebih cepat,” ujar Menteri Raja Juli di sela-sela peluncuran RBC4.
Sebagai informasi, acara sosialisasi dan peluncuran RBC4 ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan dari kementerian/lembaga, pemerhati dan pegiat lingkungan, serta mitra-mitra Paviliun Indonesia yang turut mendukung suksesnya kegiatan tersebut.
Baca juga: Beri Dukungan Penuh, Pemerintah Norwegia Apresiasi Penurunan Deforestasi di Indonesia