TRIBUNNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta segera mengundang sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) setelah menerima aduan gangguan ketertiban dari warga di Jalan Tulodong sampai Widya Chandra, Kebayoran Baru.
Warga mengaku resah atas gangguan ketertiban umum karena semakin menjamurnya cafe (bisnis kuliner) yang tidak memiliki lahan parkir mumpuni. Pengunjung terpaksa memarkirkan mobilnya di bahu jalan dan trotoar hingga akhirnya menyebabkan kemacetan. Situasi tersebut diperparah adanya layanan vallet parkir cafe yang justru menempatkan mobil pengunjung di lahan-lahan rumah warga.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengatakan, persoalan ini harus dikaji mendalam dan perlu langkah konkret dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk menuntaskan polemik yang terjadi.
Pasalnya, dalam audiensi yang digelar DPRD DKI Jakarta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) memastikan cafe dan usaha kuliner yang dianggap mengganggu ketertiban memiliki izin usaha. Namun di sisi lain ada banyak warga yang resah karena lingkungan tempat tinggalnya menjadi carut-marut, bising dan tercemar limbah di saluran pembuangan.
Baca juga: DPRD DKI: Butuh Payung Hukum Baru untuk Tingkatkan Ekonomi dan Pariwisata Pulau Seribu
“Nanti saya bicara dengan Pak PJ Gubernur, ini harus ada langkah-langkah kongkret. Kalau sudah masuk ke DPRD harus ada jalan keluar,” ujar Pras sapaan karibnya di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (27/11).
Dia memastikan, DPRD DKI Jakarta akan terus mengawal persoalan yang dialami warga dan pengusaha sampai tuntas. Dalam waktu dekat ia mendorong Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) seperti Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP), Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertahanan (CKTRP), Walikota Jakarta Selatan dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) segera melakukan kajian lapangan, untuk kemudian hasilnya dibahas bersama di DPRD DKI Jakarta.
“Audiensi ini saya skors, bukannya deadlock ya. Kita akan bahas lagi untuk mencari solusi bersama,” tegasnya.
Meski Berizin, Pengusaha Wajib Kelola Lingkungan
Para pengusuaha cafe dan kuliner di bilangan Jalan Tulodong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dipastikan memiliki izin usaha. Nomor Induk Berusaha (NIB) mereka terbit secara otomatis melalui Online Single Submission (OSS) karena tergolong memiliki tingkat usaha resiko rendah.
Meski demikian, Sekertaris Dinas PM-PTSP Iwan Kurniawan mengatakan, pada pengurusan izin melalui OSS sejatinya pelaku usaha wajib mengisi kolom yang berisi pertanyaan kesanggupan untuk menjaga lingkungan dengan nama Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
"Salah satu statement point SPPL yang sudah teman-teman pelaku usaha klik adalah salah satunya menjaga ketertiban, kemudian kegiatan usaha yang harus sesuai dengan tata ruang dan sebagainya," terang Iwan.
Baca juga: Dukung Gelaran Pameran, Ketua DPRD DKI Jakarta Ungkap Pentingnya Kendaraan Listrik untuk Jakarta
"Kemudian ketika izin mereka sudah terbit maka mereka harus menjaga kesesuaian dan ketertiban itu, karena mereka sudah menyatakan," tambahnya.
Dalam audiensi yang sama, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail menjelaskan, data dari Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) milik Pemerintah Pusat belum terintegrasi dengan sistem perizinan yang ada di DKI Jakarta.
“Maka harus segera dilakukan evaluasi yang sifatnya untuk menyempurnakan sistem OSS ini,” tegasnya.
Ia meminta Pemprov segera melakukan kajian dan evaluasi pada cafe-cafe dan usaha kuliner di Jalan Tulodong. Ketika ada indikasi pelanggaran yang tidak sesuai dengan izin, bisa langsung dilakukan penindakan secara tegas.
“Ya tentu kalau bicara sanksi dikembalikan pada peraturan yang ada. Mulai dari peringatan, penyesuaian, atau bahkan kalau tidak bisa dipenuhi ya bisa dicabut (izinnya) karena kategorinya melakukan pelanggaran,” ungkapnya.
Baca juga: DPRD DKI Ingin Pencabutan Perda 11 Tahun 1992 Dapat Tingkatkan Kesejahteraan Warga Pulau Seribu
Warga: Hak Ketanganan Kami Diganggu, Sementara Bayar PBB Mahal Sekali
Salah satu warga di Jalan Tulodong, Adrian Pangabean menyampaikan keresahannya sudah memuncak karena ketidaknyamanan yang terjadi di sekitar tempat tinggalnya.
Kemacetan terjadi setiap hari dan makin parah di jam pulang kerja hingga malam hari. Ia mengaku kerap kesulitan hanya untuk mengeluarkan kendaraanya menuju jalan raya di kawasan Senopati.
"Mengenai masalah Senopati ini menjadi konsen kita, karena Senopati itu wilayah Kelurahan Selong, saya di Kelurahan Selong. Kemacetan yang terjadi di Senopati itu ujungnya masuknya ke Widya Chandra. Kemudian rembes kemacetan ke Tulodong Bawah, rembes ke SCBD tapi kepanjangan macetnya itu sampai ke Gatot Subroto pak," ungkapnya.
Selain kemacetan, aktivitas warga sekitar terganggung dengan keberadaan mobil pengunjung cafe yang diparkirkan di trotoar jalan. Masalah lainnya, layanan parkir vallet yang menempatkan mobil pengunjung di depan rumah yang notabene masih wilayah pekarangan rumah warga.
Baca juga: Tangani Kemacetan di Jakarta, DPRD DKI Jakarta Dukung Program Prioritas APBD Tahun 2024
"Mobil-mobil itu juga parkir di badan-badan trotoar. Itu kan hak saya dan hak teman-teman saya sebagai pejalan kaki. Lah ini Bapak dan Ibu tuh menangin siapa? Hak pejalan kaki diganggu, hak pemilik jalan lain diganggu, hak ketenangan jalan diganggu, yang diuntungkan siapa? Sementara kita bayar PBB-nya mahalnya luar biasa," seloroh Adrian.
Sementara itu, pemilik cafe Kurasu Indonesia Joshua mengaku telah mewanti terjadinya over kapasitas parkir di tempat usahanya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memperbanyak pekerja layanan vallet parkir.
"Jadi memang untuk satu orang vallet kita untuk bawa mobil itu sekitar 10 sampai 15 menit. Jadi karena kita parkirannya enggak di area situ, jadi memang kita menyiapkan anggota Paling itu lebih banyak daripada staff kita yang ada di area cafe," terangnya.
Selain itu, Joshua menepis dugaan terjadinya over kapasitas pengunjung di lokasi usahanya di Jalan Tulodong. Ia mengaku, bisnis terbesarnya dengan memanfaatkan toko online, bukan cafe yang dimaksud.
"Saya pribadi pun tidak segan-segan untuk menolak customer, karena kalau misalkan saya merasa tempat saya sudah penuh, saya bilang saya penuh gitu lho," ungkapnya.
Baca juga: DPRD DKI Jakarta Belum Mendapat Respons Terkait Penamaan Jalan Ali Sadikin