News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Stunting di Indonesia

Balita Tinggal dengan Orang Tua Perokok Punya Risiko Lebih Tinggi Menjadi Stunting

Penulis: Arif Fajar Nasucha
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi anak bawah lima tahun. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes dr Endang mengatakan bahwa balita yang tinggal dengan orang tua perokok memiliki risiko lebih tinggi menjadi stunting.

TRIBUNNEWS.COM - Bayi di bawah lima tahun (balita) yang tinggal dengan orang tua perokok memiliki risiko lebih tinggi menjadi stunting.

Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes dr Endang Sumiwi pada Konferensi Pers Hari Tanpa Tembakau Sedunia di kantor Kemenkes, mengungkapkan berdasarkan penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial UI pada 2018, balita yang tinggal dengan orang tua perokok tumbuh 1,5 kg lebih kurang dari anak-anak yang tinggal dengan orang tua bukan perokok.

Dalam penelitian itu juga disebutkan 5,5 persen balita yang tinggal dengan orang tua perokok punya risiko lebih tinggi menjadi stunting.

"Kita tahu bahwa angka stunting kita masih tergolong tinggi menurut kategori WHO yaitu di atas 20 persen, sementara Indonesia masih 21 persen."

"Kalau balita berpotensi terpapar rokok di rumahnya maka ini menjadi salah satu hambatan kita dalam menurunkan stunting," ujar Dirjen Endang dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (30/5/2023).

Baca juga: Perbedaan Stunting dan Malnutrisi, Simak Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnya

Lebih lanjut, dr Endang berharap keluarga-keluarga Indonesia mengalihkan belanjanya dan melakukan prioritas ulang pengeluarannya bukan untuk rokok.

Data dari Global Adult Tobacco Survey sekira Rp 382.000 per bulan yang dikeluarkan orang dewasa untuk beli rokok dalam keluarga.

Menurutnya, hal itu bisa dialihkan untuk beli protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak untuk tumbuh supaya tidak stunting.

"Kalau mau berkontribusi untuk stunting, para orang tua tidak usah merokok dan lebih baik gunakan uangnya untuk membeli protein hewani seperti telur," ungkap dr Endang.

Baca juga: Apakah Stunting Bisa Diobati? Ini Penjelasannya

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan konsumsi rokok dan hasil tembakau mempunyai dampak terhadap sosial ekonomi dan Kesehatan.

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 menjelaskan pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk kebutuhan protein di keluarga.

"Berdasarkan data tersebut belanja rokok merupakan belanja terbesar kedua di keluarga dan tiga kali lebih tinggi daripada beli telur," ucap dr Maxi.

Menurutnya, rokok jadi persentase pengeluaran keluarga terbesar kedua sebanyak 11,9 persein baik di perkotaan maupun di pedesaan dibandingkan untuk mereka yang mengkonsumsi makanan bergizi seperti telur, daging, dan ayam.

Baca juga: Ciri-ciri Anak Stunting, Lengkap dengan Cara Mencegahnya

Perwakilan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Dr Feni Fitriani Taufik menjelaskan di RS Persahabatan pernah ada penelitian pada bayi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini