Rahasia kelezatan kuliner yang bertahan hampir 85 tahun tersebut, kata Bety, terletak dari bahan dan teknik pembuatan yang masih tradisional.
Bety mengungkapkan sedari dulu colenak Murdi Putra selalu diolah dengan cara dibakar diatas arang dan hawu.
Proses pengolahan yang terhitung jadul tersebut, turut memberi pengaruh terhadap rasa yang dihasilkan.
Penggunaan hawu atau tungku memberi aroma tersendiri pada tape yang dibakar sehingga menambah cita rasa.
Bahan baku yang digunakan pun menurutnya tetap setia pada resep karuhun.
Bety mengatakan pihaknya selalu menggunakan tape dari Cimenyan sebagai bahan baku utama pembuatan colenak.
"Dari jaman kakek, kita selalu menggunakan peuyeum (tape) dari Cimenyan. Teksturnya kuat, maksudnya tidak cepat lembek dibandingkan peuyeum dari daerah lain. Dari rasa juga berbeda, (peuyeum Cimenyan) terasa sampeu (singkong)nya. Biasanya yang lain (rasa tapenya) terlalu manis, ini ada agak asem-asemnya," ujarnya.
Resep yang digunakan merupakan warisan turun temurun dari Aki Murdi kepada keturunannya.
Originalitas rasa yang tak berubah inilah yang menjadi kelebihan colenak Murdi dan selalu dicari para penggemarnya.
Seiring perkembangan jaman, colenak Murdi Putra yang terletak di Jalan Ahmad Yani No. 733 ini mulai berinovasi dengan menghadirkan varian rasa baru.
Saat ini, colenak Murdi Putra memiliki tiga rasa yang bisa dipilih yaitu original, nangka dan durian.
Bety mengakui variasi rasa dibuat untuk memenuhi permintaan konsumen.
Meski begitu pihaknya juga sangat memilih rasa yang ditampilkan untuk menjaga titel kuliner tradisional yang disandang.
"Permintaan konsumen macam-macam ada yang ingin rasa stroberi, keju atau coklat. Cuma colenak kan bukan makanan ala sekarang jadi untuk variasi rasa pun kita ambil yang mencirikan tradisional Indonesia," katanya.
Saat ini, satu bungkus colenak Murdi Putra bisa dicicipi seharga Rp 9000. Sajian ini terasa pas jika disantap bersama segelas teh hangat. (isa)