"Suatu kali sopir ngantuk lalu tiba-tiba ngerem mendadak, semua penumpang pada benjol dahinya karena terbentur bangku di depannya."
"Sebelah Mukidi ada ibu-ibu, kok hidung berdarah kenapa tadi? Tanya Mukidi. Si ibu menjawab, tadi saya ngupil."
Kisah humor Mukidi karya Soetantyo memang khas, bahasanya diatur, tidak vulgar dan mengajak pembaca berpikir.
Seperti sebuah kisah yang Tribunnews ambil dari blog miliknya.
Mobil yang ditumpangi Mukidi, Wakijan dan Samingan mogok di tengah persawahan jauh dari sana-sini, tengah malam pula. Tidak ada orang atau satu mobilpun yang lewat untuk dimintai pertolongan. Mereka memutuskan untuk bermalam di situ.
Tiga bersahabat itu kemudian berjalan mencari tempat penginapan di sekitar itu. Setelah berjalan cukup jauh mereka akhirnya sampai di sebuah rumah petani pemilik peternakan sapi.
“Selamat malam pak,” sapa Mukidi,”mobil kami mogok, boleh kami menumpang bermalam?”
“Selamat malam,” jawab orang tadi, “maaf saya hanya petugas jaga di rumah ini, yang punya rumah sedang kondangan ke kota, jadi saya tidak bisa memberi ijin…”
“Tolong deh pak, kami bisa tidur dimana saja koq,” sambung Wakijan yang sudah kepenatan.
“Wah bagaiman ya, paling-paling saya hanya bisa mngijinkan bapak-bapak tidur di kandang sapi, kalau mau.”
Singkat kata mereka yang sudah kelelahan luar biasa itu setuju. Mereka lalu diantar menuju kandang sapi dan memilih tempat masing-masing di atas tumpukan jerami.
“Hoahm… aku gak bisa tidur…” keluh Mukidi, “lapar…”
“Aku juga gak bisa tidur kalau lapar gini, makan siang tadi cuman sedikit…” sahut Wakijan.
“Bagaimana kalau kita minum susu sapi saja?” Samingan tiba-tiba punya ide brilian.