TRIBUNNEWS.COM -- Bugil atau telanjang tak selalu berkait dengan erotis dan seks. Beberapa orang di Indonesia memilih bertelanjang dalam keseharian.
Bagaimana kaum naturis, manusia yang percaya pada ketelanjangan, menjalankan hidupnya di bawah ancaman perundangan dan situasi sosial yang menentang mereka?
Tubuhnya polos, tanpa sehelai kain yang membungkus.
Sepanci besar tuna pedas, yang dikatakannya dimasak bersama cabai, bawang, dan sepuluh lembar daun jeruk, menyamarkan wilayah tubuh sekitar pinggang serta pinggul.
Aditya memposting resep berikut foto dirinya tersebut ke sebuah situs naturis yang mengangkat kehidupan orang-orang yang punya gaya hidup telanjang.
"Saya senang bertelanjang, termasuk saat memasak," katanya tegas.
Aditya sudah memutuskan menjadi seorang nudis pada 2007. "Kapanpun bisa, saya akan telanjang. Alasannya, dengan bertelanjang, saya merasa nyaman dengan diri sendiri".
Kalau mau hitung-hitungan untung rugi gampangan, Aditya berhemat soal pakaian. Dalam sepekan, cucian baju kotornya juga minimal. Hanya 15 potong, sudah termasuk pakaian dalam.
"Saya juga pakai pakaian dalam ke kantor," katanya.
Tarik mundur ke satu dekade lampau. Aditya menemukan berjilid-jilid artikel tentang nudisme saat menjelajah internet.
"Kalau dirunut, dari dulu, saya suka telanjang. Di kamar mandi, lama sekali. Sekitar tahun 2007, hiburan saya cuma satu: warnet. Saya baca artikel tentang nudisme dan tertarik, saya cari lagi dan lagi... Saya berpikir, sepertinya nudisme adalah jalan hidup yang selama ini saya cari," ungkap Aditya mengisahkan bagaimana dia menjadi naturis.
BBC Indonesia berbicara dengan Aditya setelah bertukar kontak lewat media sosial.
Berbeda dari postingan di dua situs nudis yang mempelihatkan tubuh telanjangnya, di pertemuan itu, Aditya tampil biasa: berpakaian lengkap di tiap postingan Instagram.