TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Melintas Cakrawala Indonesia memperkenalkan inovasi terbaru AJT CogTest, yaitu tes kognitif yang sudah dinormakan untuk anak Indonesia atau terstandardisasi sesuai dengan karakteristik bahasa serta budaya Indonesia.
Hasil AJT CogTest membantu orangtua dan guru lebih memahami kemampuan berpikir anak dalam pembelajaran di sekolah.
AJT CogTest merupakan tes kognitif pertama yang dikembangkan berdasarkan norma Indonesia dengan proses pengembangan yang sistematis melibatkan lebih dari 250 psikolog Indonesia dan hampir 5.000 anak Indonesia sehingga menghasilkan produk tes yang berkelas dunia.
Landasan teori psikologi yang dipakai merupakan teori paling mutakhir dan komprehensif di dunia saat ini.
AJT CogTest mengukur delapan bidang kemampuan kognitif anak usia 5 sampai dengan 18 tahun sehingga kekuatan serta kelemahan kemampuan berpikir anak dalam belajar dapat teridentifikasi secara lengkap dan jelas.
Sering kita dengar orang tua dan guru bercerita tentang anak-anak dengan hasil belajarnya tidak seperti yang diharapkan.
Beberapa mengeluh mengapa anaknya tidak bisa sepintar anak-anak lain yang mendapat prestasi cemerlang di sekolah.
Satu pemahaman yang perlu dimiliki oleh para orang tua dan guru adalah bahwa setiap anak terlahir dengan profil kognitif dan potensi yang unik.
Peranan orang tua dan guru sangat penting dalam mengidentifikasi atau mengenali juga mengembangkan potensi yang dimiliki anak-anak, agar mereka dapat tumbuh menjadi orang yang percaya diri, optimis, berhasil, serta bermanfaat untuk diri sendiri dan lingkungan.
“Kami memiliki keyakinan bahwa setiap anak Indonesia itu cerdas, kewajiban kitalah untuk mengenali kecerdasan mereka. MCI memberikan solusi tes kognitif anak yang paling sesuai untuk anak Indonesia," kata Ari Kunwidodo, Chief Executive Officer PT MCI di Jakarta, Jumat (22/3/2019).
Dikatakannya, AJT CogTest menawarkan pengukuran kekuatan dan kelemahan kognitif yang akurat, andal, tervalidasi, dan komprehensif.
"Memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana anak memperoleh pengetahuan lalu memproses pengetahuan yang dimiliki,” katanya.
Sebagian anak ada yang mengalami kesulitan belajar, susah untuk menerima materi pelajaran di sekolah.
Sebagai orang tua dan guru perlu menghindari langsung mengambil kesimpulan anak itu malas, atau lebih buruk lagi menyebut bodoh.