Tanya jawab lewat e-mail dibatasi tiga sesi bertanya untuk akhwat dan dua sesi bertanya untuk ikhwan. Satu sesi maksimal lima pertanyaan.
Setelah itu, prosesnya sama seperti taaruf biasa. Ikhwan diantar oleh admin untuk nadzor atau bertemu dengan akhwat yang dipilihnya dengan didampingi orang tua atau wali akhwat. Jika cocok, bisa dilanjutkan dengan bertunangan hingga menikah.
Wahyu mengklaim situs Rumah Taaruf bersifat nonprofit atau tidak mencari keuntungan.
Pendaftar tidak dikenakan biaya. Ia dan para pengelola serta admin lainnya hidup dari profesi lain.
Admin yang menjadi perantara umumnya adalah alumni dari Rumah Taaruf yang sudah berumah tangga.
"RumahTaaruf.com dikelola di luar jam kerja mereka dengan misi sosial untuk menebar manfaat bagi sesama," kata Wahyu.
Tinder Jadi Inspirasi, Disempurnakan dengan Konsultasi Ustaz
Berbeda dengan situs Rumah Taaruf, aplikasi Taaruf Online yang baru diluncurkan awal tahun ini mengenakan infaq bagi penggunanya Rp 200.000.
Jika nadzor pertama gagal, nadzor selanjutnya dikenakan biaya Rp 100.000.
Pendirinya, Muhammad Mirza Firdaus mengatakan biaya itu dibutuhkan untuk pengembangan aplikasi.
Sejak pertama muncul hingga saat ini, sudah ada 1.369 ikhwan yang mendaftar dan 2.314 akhwat. Ada 34 pasangan yang taaruf, satu di antaranya sudah melangsungkan pernikahan.
Adapun ide awalnya bermula dari pengalaman Mirza sendiri. Jika dulu ia masih mencari pasangan dengan cara pacaran, tahun lalu Mirza menikah lewat taaruf setelah memutuskan untuk berhijrah dua tahun lalu.
Dari beberapa kajian yang didatanginya, Mirza menemukan keresahan yang sama di teman-temannya.
"Kesulitan dari teman-teman ternyata gimana caranya biar bisa kenalan tanpa harus kenalan. Sementara, dari beberapa teman-teman agak malu pertamanya, sungkan untuk meminta ustaz meskipun ustaz punya database atau calon," ujar Mirza.
Melihat adanya kebutuhan itu, Mirza dan dua orang temannya merancang aplikasi taaruf.