TRIBUNNEWS.COM - Istilah FOMO menjadi trending topik di media sosial baru-baru ini setelah banyak orang non-fans BLACKPINK yang menghadiri konser di Stadion Gelora Utama Bung Karno (SUGBK), Jakarta pada 11-12 Maret 2023.
FOMO adalah singkatan dari Fear of Missing Out.
Arti FOMO yaitu rasa takut jika seseorang tertinggal dari tren atau aktivitas populer di masyarakat.
Orang yang mengalami FOMO memiliki keyakinan akan hidup lebih baik dan memuaskan jika tidak melewatkan peluang eksistensi di masyarakat.
FOMO sering menyebabkan perasaan tidak nyaman, ketidakpuasan, depresi dan stres, dikutip dari Tech Target.
Baca juga: Nonton BLACKPINK, Rachel Vennya Dihujat hingga Dituding FOMO: Kalian Sebenci itu Sama Aku?
Masifnya media sosial telah meningkatkan FOMO selama beberapa tahun terakhir.
Data menunjukkan itu paling tersebar luas di seluruh komunitas milenial.
Penyebab FOMO
FOMO bukan penyakit mental dan hanya bentuk emosi yang digerakkan oleh pikiran.
FOMO disebabkan oleh perasaan cemas seputar gagasan bahwa pengalaman menarik atau peluang penting terlewatkan atau diambil.
FOMO dibentuk oleh amigdala, yaitu bagian otak yang mendeteksi apakah sesuatu merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup atau tidak.
Bagian otak ini merasakan kesan ditinggalkan sebagai ancaman, menciptakan stres dan kecemasan.
Seseorang akan lebih mungkin mengalami FOMO jika sudah sangat sensitif terhadap ancaman lingkungan.
Ini termasuk orang-orang yang bergumul dengan kecemasan sosial, perilaku obsesif atau kompulsif.
Gangguan kecemasan ini termasuk gangguan obsesif-kompulsif yang didiagnosis atau memiliki bentuk trauma emosional di masa lalu.
Baca juga: Kenali Perilaku FOMO dan Cara Mengantisipasinya
Pengaruh Media Sosial terhadap FOMO
Adanya smartphone melahirkan ribuan aplikasi atau komunitas seperti media sosial, dikutip dari Very Well Mind.
Dari media sosial ini, setiap orang dapat terhubung dengan orang dari berbagai negara dan mengetahui hal yang sedang tren atau dibicarakan.
Melalui berbagai konten di media sosial, setiap orang dapat menciptakan situasi di mana pengguna terus-menerus membandingkan kehidupan mereka dengan pengalaman orang lain yang dinilai ideal.
Media sosial yang sering digunakan misalnya Twitter, Facebook, Instagram, dan Snapchat, yang mempermudah untuk melihat apa yang dilakukan orang lain.
Versi glamor kehidupan mereka yang disiarkan di fitur-fitur seperti Instagram Stories atau dinding Facebook mengubah perasaan pengguna.
Orang yang melihat postingan tertentu akan terpengaruh oleh postingan itu secara tidak sengaja.
Hal ini terkadang membuat mereka berpikir mereka melakukan lebih buruk daripada rekan-rekan mereka.
Orang-orang akan melihat ke luar pada pengalaman orang lain daripada ke dalam pada hal-hal besar dalam hidup mereka.
Baca juga: Fear of Missing Out atau FOMO Tak Selalu Buruk, Bisa Bikin Cuan dalam Bisnis
Gejala FOMO
Orang yang mengalami FOMO dapat dilihat dari perasaan cemas dan kebiasaan yang ia lakukan untuk mengatasinya.
Biasanya, orang FOMO akan meningkatkan upaya mereka untuk tidak ketinggalan dengan lebih sering memeriksa situs jejaring sosial yang berbeda.
Mereka juga meninginkan interaksi yang lebih, misalnya melalui media sosial.
Seseorang yang mengalami FOMO mungkin juga mendapati diri mereka terus-menerus menderita atas apa yang dilakukan orang lain atau merasa iri.
Beberapa orang mungkin dapat menutup diri karena merasa kehilangan kepercayaan diri.
Cara Mengatasi FOMO
Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi FOMO:
- Mengubah fokus pada apa yang ada dalam hidup diri sendiri, bukan pada apa yang kurang.
Misalnya, memodifikasi situs media sosial sehingga lebih banyak orang positif muncul.
- Menyimpan foto dan video kenangan di galeri HP dan tidak memostingnya di media sosial.
Cara ini dapat mengurangi rasa haus akan validasi dan atensi publik
- Membuat jurnal rasa syukur juga dapat membantu mengalihkan fokus ke hal-hal baik dalam hidup
- Mencari hubungan nyata dengan orang-orang secara langsung atau tatap muka.
Selain itu, dapat juga membiasakan diri mengirim pesan langsung pada orang yang ingin diajak bicara, daripada menyindir lewat media sosial.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait FOMO