Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang 2020-2023, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan ada 16,67 persen kosmetik tabir surya (sunscreen) abal-abal atau tidak sesuai dalam mencantumkan kader sun protection factor (SPF).
Hal itu ditemukan setelah BPOM melakukan pengawasan terhadap kosmetik tabir surya yang memiliki izin edar tahun 2020-2023.
Ditemukan bahwa pemilik izin edar tidak dapat memberikan data dukung pembuktian nilai SPF.
"Hasil pengawasan terhadap penandaan dan iklan kosmetik tabir surya dengan klaim SPF pada periode tahun 2020–2023, sebanyak 16,67 persen produk tidak memenuhi ketentuan data dukung klaim SPF dan 8,33 persen produk masih dalam proses pemenuhan data dukung klaim SPF," dalam keterangan BPOM yang ditulis pada Rabu (20/9/2023).
Disampaikan oleh BPOM, kosmetik tabir surya dengan SPF berupa angka dimaksudkan untuk mengetahui level perlindungan terhadap sinar matahari.
Baca juga: 10 Tips Memilih Sunscreen yang Tepat Menurut Dokter Kulit, Hindari Paraben hingga Perhatikan SPF
Nilai SPF menunjukkan berapa lama kosmetik tabir surya mampu melindungi kulit bila dibandingkan dengan tidak menggunakan tabir surya.
"Kosmetik, termasuk kosmetik tabir surya dengan klaim SPF, wajib dinotifikasi di BPOM dan dievaluasi dengan penekanan pada aspek keamanan, manfaat, dan mutu produk. Evaluasi juga mencakup pemenuhan persyaratan cara pembuatan kosmetik yang baik dan formula, untuk memastikan bahan dan proses yang digunakan telah memenuhi peraturan," lanjut keterangan itu.
Pengujian untuk mendapatkan gambaran nilai SPF, dapat dilakukan melalui dua metode uji yaitu uji in vitro dan uji in vivo.
Uji in vitro dilakukan menggunakan alat spektrofotometri ultra violet (UV).
Uji ini digunakan sebagai uji pendahuluan (pre-eliminary) untuk menentukan perkiraan nilai SPF tabir surya dan belum dapat belum dapat dijadikan acuan untuk menetapkan nilai SPF.
Sedangkan uji in vivo merupakan metode uji standar utama (gold standard) dalam menentukan nilai SPF kosmetik.
Uji ini menggunakan subjek uji manusia, sehingga lebih menggambarkan nilai SPF yang sebenarnya. Hasil uji in vitro dan in vivo belum tentu menunjukkan nilai yang sama.
Dalam pencantuman klaim dan nilai SPF, BPOM menggunakan data dukung yang berasal dari hasil uji in vivo untuk menentukan nilai SPF yang dapat dicantumkan pada produk kosmetik tabir surya.