Adapun angka ini diprediksi akan terus meningkat hingga USD25,61 miliar pada tahun 2028.
Tidak hanya natural dan organik yang berkelanjutan, tetapi secara teknologi bahan baku industri kecantikan sudah mengalami kemajuan yang luar biasa.
Produk-produk yang diluncurkan di 2025 akan banyak berbicara mengenai “delivery system” technology yaitu teknologi yang mampu membawa active ingredients masuk ke dalam lapisan kulit yang bermasalah secara tepat sasaran dan berkala. Teknologi ini disebut sebagai technology encapsulated active.
Gen Z dan Gen Alpha juga menaruh kepedulian yang besar pada isu lingkungan. Hal ini mendorong mereka untuk cenderung memilih produk-produk hybrid beauty, clean beauty yang ramah lingkungan dengan ‘keberpihakan’ pada alam.
Menurut Dr. Kilala Tilaar, para generasi muda ini cenderung tertarik membeli produk-produk dengan label 'natural' dan 'vegan' dibandingkan generasi sebelumnya.
Berdasarkan survei dari Helen + Gertrude pada 2023, sebanyak 27 persen responden dari kalangan Gen Z rutin membeli produk kecantikan yang memiliki konsep keberlanjutan atau ramah lingkungan. Mereka juga fokus pada produk dengan bahan-bahan alami.
Sustainability Trend ini kemudian tidak hanya mencakup bahan baku dan formulasinya saja yang natural dan ramah lingkungan tetapi juga dengan design packaging dan material packaging yang mendukung konsep sustainability.
Semangat reuse, recycle, reduce menjadi tren pada penciptaan kemasan kosmetik dan personal care.
Hal ini didorong oleh kepedulian konsumen pada kemasan yang ramah lingkungan, bisa didaur ulang, dan berkelanjutan.
Namun, fungsionalitas dan daya tarik estetik juga tidak kalah penting bagi mereka.
Gen Z, Gen Alpha, dan Millenial menyukai kemasan yang memiliki nilai ‘unik’ diiringi dengan inovasi dan kemudahan penggunaan. Di tahun 2025, tren ini diprediksi akan semakin populer.
Tak hanya itu saja, menurut Dr. Kilala Tilaar, teknologi kecantikan atau beauty tech, diprediksi akan memainkan peran yang semakin besar di tahun 2025. Penelitian dari McKinsey menunjukkan bahwa 71 persen konsumen saat ini berharap untuk merasakan pengalaman yang dipersonalisasi saat mereka berbelanja.
Lebih lanjut, Penelitian McKinsey juga menunjukkan bahwa personalisasi dapat berdampak langsung pada siklus hidup pelanggan.
Hampir 80 persen konsumen lebih cenderung melakukan pembelian berulang dari sebuah brand dan merekomendasikan brand tersebut kepada teman atau anggota keluarga jika dianggap memberikan pengalaman yang dipersonalisasi.