TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu atau IKP bagi Pemilihan Umum dan Pilkada Serentak 2024.
Hasilnya, terdapat sejumlah provinsi yang memiliki kerawanan tinggi terkait terjadi pelanggaran Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 mendatang.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI, Lolly Suhenty mengatakan ada wilayah yang masuk kategori kerawanan tinggi.
“Lima provinsi yang masuk wilayah dengan kerawanan tinggi adalah DKI Jakarta dengan skor 88,95 persen, disusul Sulawesi Utara 87,48 persen, Maluku Utara 84,86 persen, Jawa Barat 77,04 persen dan Kalimantan Timur 77,04 persen,” kata Lolly Suhenti saat Launching Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dan Pemilihan Serentak 2024 di Jakarta, Jum'at, (16/12/2022).
Baca juga: DKPP Berencana Buka Kantor di Wilayah yang Rawan Pelanggaran Pemilu
IKP merupakan hasil pemetaan Bawaslu terhadap segala hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses/pemilihan yang demokratis.
Lolly mengatakan untuk tingkat provinsi dilakukan dengan dua pendekatan analisa.
Pendekatan pertama berdasarkan hasil input data dari Bawaslu provinsi dan pendekatan kedua berdasarkan hasil agregat penghitungan dari Bawaslu kabupaten/kota.
Mengacu pendekatan pertama, yakni hasil input Bawaslu provinsi, IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 mencatatkan ada lima provinsi atau sebesar 15 persen yang masuk kategori kerawanan tinggi.
Kemudian 21 provinsi atau 62 persen masuk ke dalam kategori kerawanan sedang, dan 8 provinsi atau 24 persen yang masuk kerawanan rendah.
Sementara itu, jika menggunakan analisa kedua, yakni hasil agregat penghitungan dari Bawaslu kabupaten/kota, ada 10 provinsi yang masuk ke dalam kategori kerawanan tinggi.
Sepuluh provinsi tersebut di antaranya Banten, Papua, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah.
Adapun di tingkat kabupaten/kota, IKP Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 merekam ada 85 kabupaten/kota atau 16,54 persen yang masuk kategori kerawanan tinggi.
Kemudian ada 349 kabupaten/kota 67.90 persen yang masuk kategori kerawanan sedang, dan terdapat 80 kabupaten/kota atau 15,56 persen yang masuk kategori kerawanan rendah.
“Jika aspek profesionalisme ini tidak dijaga dan dikuatkan, berpeluang besar memberikan pengaruh terhadap lahirnya kerawanan di pemilihan
umum,” kata Lolly.
Indeks tersebut, lanjut dia, diukur berdasarkan empat dimensi, yakni dimensi penyelenggaraan pemilu menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi terjadinya kerawanan pemilu.
Dimensi penyelenggaraan pemilu ini lebih tinggi konstribusinya terhadap potensi lahirnya kerawanan pemilu dibandingkan tiga dimensi lainnya, yakni dimensi konteks sosial politik, dimensi kontestasi, dan dimensi partisipasi politik.
Di tingkat provinsi, dimensi penyelenggaraan pemilu tercatat menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi kerawanan pemilu dengan skor 54,27.
Dimensi berikutnya yang berpotensi besar melahirkan kerawanan pemilu adalah dimensi konteks sosial politik dengan skor 46,55. Kemudian dilanjutkan dengan dimensi kontestasi dengan skor 40,75.
Terakhir, dimensi yang potensinya paling minim dalam melahirkan kerawanan pemilu adalah dimensi partisipasi politik yang memiliki skor 17,23.
Hal yang sama juga terjadi di tingkat kabupaten/kota. Dimensi penyelenggaraan pemilu juga menjadi dimensi paling tinggi dalam mempengaruhi lahirnya kerawanan pemilu dengan skor 42,22.
Dimensi ini diikuti oleh dimensi konteks sosial politik yang berada di skor 31,13. Selanjutnya dimensi kontestasi dengan skor 26,22 dan terakhir dimensi partisipasi politik dengan skor 3,83.
Baca juga: Bawaslu Sebut Anies Terkesan Curi Start Kampanye Pilpres, PKS: Jangan Ngadi-ngadi!
Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja mengatakan IKP yang digagas tahun 2014 merupakan peringatan dini kepada para pemangku penyelenggaraan Pemilu terkait dan untuk menekan indikasi permasalahan jelang Pemilu 2024.
"IKP ini adalah program turunan dari 2008-2012, dikembangkan 2012-2017, 2017-2022 dan sampai saat ini jadi program prioritas kami 2024, sehingga diharapkan ini menjadi perhatian kita semua," kata Bagja.
"Fungsinya sebagai early warning system' terhadap permasalahan untuk menghadapi Pemilu 2024 mendatang. Apa saja, banyak, terutama dalam konteks sosial politik, pertarungan antar elite, kemudian antisipasi kerusuhan, letak geografis, apa yang menjadi hambatan masyarakat untuk ke TPS," kata Bagja.
Peluncuran IKP ini disebut tak terlepas dari sudah ditetapkannya 17 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh sebagai peserta Pemilu 2024 pada 14 Desember 2022.
Peringatan dini diharapkan dapat meminimalisir hal-hal yang diproyeksikan dalam bentuk kategori rawan rendah, sedang hingga rawan tinggi.
"Yang paling utama saat ini adalah pencegahan. Pesta demokrasi kita, ajang demokrasi kita, adalah ajang demokrasi yang kompetitifnya tinggi," ujarnya.
Kooordinator Divisi Hukum dan Pengawasan Internal KPU RI, Mochammad Afifuddin menjelaskan program IKP sangat khas Indonesia.
"Di launching-nya IKP ini, pada saat yang bersamaan kami akan memakainya sebagai cara pandang, sebagai masukan mitigasi proses untuk melaksanakan tahapan pemilu kami di tahapan-tahapan selanjutnya," kata eks komisioner Bawaslu RI itu.
Baca juga: Bawaslu RI: 20.565 Data Pribadi Masyarakat Dicatut Parpol, Kepala Desa Hingga RT Jadi Anggota Partai
Dari hasil penelitian Bawaslu RI, IKP 2024 ini bermuara pada lima isu strategis yang berkontribusi pada sukses dan tidaknya Pemilu Serentak 2024 yang terbuka, jujur, dan adil.
Isu pertama, yang dianggap paling berkontribusi atas kerawanan pemilu adalah netralitas penyelenggara pemilu guna menjaga kepercayaan publik terhadap proses penyelenggaraan pemilu.
Isu kedua, pelaksanaan tahapan pemilu di Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya yang notabene empat provinsi anyar yang baru saja dibentuk pada tahun ini, agar siap mengikuti ritme.
Isu ketiga, yakni masih kentalnya polarisasi di masyarakat terkait dukungan politik. Isu keempat, perlunya langkah-langkah mitigasi khusus untuk mengantisipasi kerawanan akibat dinamika
politik di dunia maya.
Isu kelima, pemenuhan hak memilih dan dipilih yang tetap harus dijamin sebagai hak konstitusional warga negara, terutama dari kalangan perempuan dan kelompok rentan.(tribun network/fal/ras/dod)