Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Puadi mengingatkan ancaman pidana bagi lembaga survei yang tak menggunakan metode ilmiah.
Menurut Puadi, ancaman pidana tersebut tertuang pada undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Jangan sampai nanti ada tendensi-tendensi tertentu, tidak ilmiah, sampling tidak sesuai metodologi, maka ketentuan hukum 449 ayat 2 UU tentang Pemilu itu berlaku akhirnya," kata Puadi dalam diskusi bertajuk 'Menegaskan Posisi dan Peran Lembaga Survei Menghadapi Pemilu 2024' di Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Puadi menuturkan pihaknya bersama kepolisian dan jaksa akan melakukan pemeriksaan terhadap lembaga survei yang tak memakai metode ilmiah apabila ada laporan masyarakat.
Ia menjelaskan masyarakat bisa mengadukan ke Bawaslu secara langsung jika ada indikasi lembaga survei yang tidak bekerja sesuai UU.
"Kalau ternyata nanti dengan laporan masyarakat terbukti, kita kemudian memenuhi syarat formil dan materiil, kita registrasi, kita lakukan proses pemeriksaan di Bawaslu bersama Polisi dan jaksa," ucap Puadi.
Puadi menegaskan apabila hasil pemeriksaan ditemukan ada tindak pidana, maka sangat mungkin dikenakan pasal 449 dan 509 UU Nomor 7 tahun 2017.
"Itu dendanya 12 juta, kurungan 1 tahun. Itu ada pidananya, enggak main-main. Jadi harus menggunakan prinsip penyelenggaraan itu sendiri," ungkap dia.
Baca juga: Bawaslu Prediksi Politik Uang Marak Terjadi Saat Ramadan, Begini Modusnya
Lebih lanjut, Puadi menambahkan lembaga survei harus memenuhi tiga prinsipnya dalam membuat survei, yakni integritas, transparan, dan independensi.
"Tiga hal ini menjadi modal utama agar dalam proses di lembaga survei agar output sesuai prinsip dan ketentuan lembaga survei dan metode digunakan secara ilmiah," imbuh Puadi.