TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin mengatakan, pihaknya akan mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal putusan penundaan Pemilu 2024.
Afif juga menyampaikan bahwa KPU sudah menerima salinan putusan dari PN Jakarta Pusat dan saat ini sedang mematangkan bahan banding.
"Minggu ini (mengaku banding). Tinggal dimatangkan saja," kata Afif, Selasa (7/3/2023).
Bahan banding yang akan dibawa KPU, kata Afif berkaitan dengan aturan-aturan sengketa dan sidang sengketa.
"Intinya kita jelasin tentang aturan-aturan terkait sengketa pendaftaran parpol, sidang sengketa di Bawaslu, PTUN, PN dan alasan-alasan yang menguatkan KPU," kata Afif.
Baca juga: BRIN Sebut Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu 2024 Sudah Masuk Kategori Makar
Kemendagri Sebut Putusan PN Jakpus Tidak Berdampak Apapun
Dirjen Politik dan PUM Kemendagri, Bahtiar menyampaikan bahwa putusan PN tersebut tidak akan berdampak apa-apa terhadap eksistensi UUD 1954 bahwa Pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.
"Putusan Pengadilan Negeri tidak berdampak apapun terhadap eksistensi UUD 1945 bahwa pemilu dilaksanakan lima tahun sekali," kata Bahtiar, Selasa (7/3/2023).
Disebutkan juga PN Jakpus tidak mempunyai otoritas mengubah substansi UUD 1945 maupun UU.
Sehingga, kata Bahtiar keputusan PN Jakpus bisa disebut melampaui batas.
"PN tak memiliki otoritas mengubah substansi UUD dan UU. Bisa disebut putusan melampaui batasan wewenang, disebut cacat hukum dan tak bernilai hukum," tegasnya.
"Dan begitu pula eksistensi hukum UU No 7 tahun 2017 tentang pemilu sebagai dasar hukum pelaksanaan pemilu serentak tahun 2024," tambahnya.
Mengenai KPU yang melakukan banding atau tidak, tahapan Pemilu akan tetap dilanjutkan.
Selain itu, dikatakan Bahtiar juga bahwa penyelenggaraan Pemilu boleh mengabaikan substansi putusan dari PN Jakarta Pusat.
Ketua Umum DPP KSPSI: Keputusan Penundaan Pemilu Bisa Ganggu Semua Pihak
Ketua Umum DPP KSPSI, Jumhur Hidayat mengatakan apabila terjadi penundaan Pemilu, maka nantinya akan memicu people power.
Lantaran Pemilu merupakan agenda sakral bangsa.
"Untuk gerakan buruh saya pastikan akan berbondong-bondong bersama mahasiswa mengepung DPR bila ada penundaan Pemilu karena akan mengganggu kepastian berusaha."
"Ujung-ujungnya kan buruh lagi yang dirugikan," kata Jumhur, Jumat (3/3/2023).
Jumhur mengatakan bahwa keputusan sengketa seperti itu akan menganggu semua pihak di luar yang bersengketa.
Lebih parah lagi, putusan ini bisa melewati ketentuan konstitusi yang mengharuskan pemilu digelar setiap lima tahun sekali.
"Sepertinya hakim-hakim yang menyidangkan kasus ini benar-benar buta hukum tata negara sehingga buat keputusan yang ngawur," kata Jumhur.
Kendati demikian, Jumhur tidak langsung percaya bahwa hakim-hakim itu berdiri sendiri atau bebas dari intervensi.
Ada kemungkinan putusan PN Jakpus itu berada dalam satu orkestra dengan pihak-pihak petinggi negara dan pemerintahan yang menginginkan penundaan pemilu.
"Maksudnya ya untuk dijadikan serangkaian ‘alasan’ sekaligus test the water mengetahui tanggapan masyarakat," kata Jumhur.
"Kok semacam orkestra saja ya? Agak aneh kalau menyatakan bahwa keputusan hakim PN Jakarta Pusat itu berdiri sendiri tanpa ada bisikan-bisikan. Terlebih lagi saya kenal persis siapa itu Agus Jabo, Ketua Umum Partai Prima yang berjejaring juga dengan kekuasaan," ujarnya.
Baca juga: VIDEO Jokowi Dukung KPU Ajukan Banding Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tunda Pemilu 2024
Sebagai informasi, sebelumnya PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima.
PN Jakpus menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024 dalam putusannya.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.
Sebelumnya, Gugatan perdata kepada KPU dilayangkan oleh Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu.
Hal tersebut didasari karena Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi asministrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Akibat dari verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
(Tribunnews.com/Rifqah/Mario Christian Sumampow/Ilham Rian Pratama)