Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengklaim dirinya memahami keinginan PDIP mendorong agar pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup.
Menurutnya, partai sudah mendidik kader namun akhirnya tak mampu bersaing dengan figur yang populer dan memiliki finansial yang cukup.
Tak hanya itu, Yusril menilai caleg yang dipilih berdasarkan ketokohan dan memiliki uang sulit dikontrol parpol setelah menjadi anggota legislatif.
"Saya bisa memahami mengapa Ibu Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri itu kesal," kata Yusril Ihza Mahendra selepas sidang uji materiil UU No. 7/2017 tentang Pemilu proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2023).
"PDIP sudah mendidik kader kader, tapi kader kader ini dikalahkan yang kemudian populer orang yang punya duit. Begitu sudah menjadi anggota DPR enggak bisa dikontrol sama partainya dan partainya itu bisa dikooptasi oleh calon calon seperti ini," ujarnya menambahkan.
Yusril melanjutkan bahwa saat ini hanya tersisa dua parpol yang memiliki ideologi, yakni PBB dan PDIP.
Sisanya, lanjut dia, tidak berpegang teguh pada ideologi politik.
"Partai ideologis ini kan cuma tinggal dua PDIP sama PBB, yang lain lain kan partai pragmatis semua, bukan partai ideologis. Enggak ada akar idelogisnya," tuturnya.
Padalah, kata Yusril, partai politik merupakan wadah untuk menyalurkan pemikiran orang-orang yang pemikiranya sama.
Namun, masih banyak caleg yang justru tak mengrtahui ideologi partai.
"Ada yang enggak tahu ideologi PDIP seperti apa enggak tahu ideologi PBB seperti apa. Karena dia terkenal terpilih menjadi anggota DPR. Di DPR kan dia berpikir mau-maunya sendiri, kan, repot gitu," kata dia.
Baca juga: Bicara Proporsional Tertutup, Yusril: Politik Uang Bisa Terjadi di Sistem Manapun
Proporsional Terbuka Lemahkan Parpol, Pemilih dan Pemilu
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan sistem pemilu proporsional terbuka pada akhirnya melemahkan partai, pemilih dan pemilu itu sendiri.
Pasalnya penggunaan sistem proporsional terbuka kata Yusril, tidak pernah mencapai cita-cita dalam UUD 1945 mengenai pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat.
Hal ini disampaikan Yusril dalam sidang uji materiil UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum Sistem Proporsional Terbuka, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2023).
"Sistem pemilu proporsional terbuka pada akhirnya telah melemahkan partai, pemilih dan pemilu itu sendiri, sehingga apa yang dicita-citakan dalam UUD mengenai pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat tidak pernah tercapai," kata Yusril.
Pakar hukum tata negara ini menyebut bahwa sistem proporsional terbuka nyatanya membuat kedaulatan rakyat tak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Berlakunya sistem proporsional terbuka dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi partai politik, pemilih, dan kualitas pemilu tersebut.
Atas dasar itu, menurutnya ketentuan pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1984 yang mewajibkan norma hukum harus menghadirkan kepastian hukum yang adil.
"Atas dasar itu ketentuan pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang mewajibkan norma hukum harus menghadirkan kepastian hukum yang adil, bukan justru sebaliknya," kata Yusril.
Sebelumnya diberitakan, bergulirnya isu sistem proporsional tertutup untuk diterapkan pada Pemilu 2024 bermula dari langkah enam orang yang mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.
Baca juga: Yusril Ihza Sebut Sistem Proporsional Terbuka Perburuk Kapasitas Pemilih, Makin Tak Terdidik Politik
Gugatan ini telah teregistrasi di MK dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017. Dalam pasal itu diatur bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
PDIP Setuju Sistem Proporsional Tertutup
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto secara tegas menyebut bahwa dalam berpolitik kadang harus melawan arus, termasuk menyangkut perdebatan mengenai sistem pemilihan proporsional tertutup.
Apalagi, kata Hasto, pesan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bilang dalam menempuh jalan ideologi bukanlah jalan yang mudah dan mulus.
Namun harus dipenuhi dengan perjuangan panjang.
Hal itu disampaikan Hasto dalam Seminar Nasional Daulat Pangan Wujudkan Kesejahteraan Petani dan Konsolidasi Program Mari Sejahterakan Petani (MSP) di Kantor Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (3/2/2023).
"Berpolitik memang terkadang melawan arus, yang disampaikan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, menempuh jalan ideologi bukanlah jalan yang mulus, tetapi jalan yang terjal bahkan kadang berliku, penuh dengan jebakan-jebakan politik," kata Hasto.
Baca juga: Yusril Nilai MK Layak Nyatakan Proporsional Terbuka Tak Punya Kekuatan Hukum Mengikat
Hasto juga mengatakan bahwa sikap berpolitik yang kadang melawan arus juga harus ditempuh PDIP dalam menyikapi soal sistem Pemilu 2024.
Dimana PDIP secara tegas menyatakan tetap memilih sistem Proporsional Tertutup.
Meski 8 fraksi di DPR RI mengambil sikap menolak menggunakan sistem Proporsional Tertutup dan memilih menggunakan sistem Proporsional Terbuka di Pemilu.