Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Yudisial RI (KY) Miko Ginting menyatakan, sejauh ini pihaknya telah menerima laporan dari tiga kelompok atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait penundaan pemilu.
Miko menyatakan, laporan itu diterima pihaknya mulai tanggal 6 Maret 2023 kemarin.
"Per 6 maret 2023 komisi yudisial sudah menerima tiga laporan terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim dalam putusan ini, putusan 757 ini," kata Miko dalam forum group discussion dengan tema 'Pemilu Ditunda siapa Dalangnya' Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Senin (20/3/2023).
Baca juga: Bawaslu Putuskan KPU Terbukti Lakukan Pelanggaran Administratif Pemilu Terkait Partai Prima
Adapun tiga kelompok yang melayangkan laporan tersebut yakni kata dia, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, Kongres Pemuda Indonesia dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.
"Jadi tiga kelompok sudah memberikan laporan kepada komisi yudisial," ujar Miko.
Dirinya menyatakan, dalil atau inti dari pelaporan ketiga kelompok itu kata dia hampir senada.
Di mana, mereka menyinggung soal kompetensi dari hakim yang memutus perkara gugatan tersebut serta soal peraturan perundang-undangan yang dinilai ditabrak dalam putusan itu.
Baca juga: Akademisi Yakin Upaya Penundaan Pemilu Lewat Putusan PN Jakarta Pusat Dilakukan Secara Sistematis
"Di mana dalam perma konstitusi itu jelas bahwa pemilu itu dilakukan 5 tahun sekaki, begitu juga dengan undang-undang," kata dia.
"Jadi pemohon ini mendalilkan bahwa satu ya putusan ini jelas-jelas menabrak norma konstitusi uud 1945, kedua menabrak uu pemilu, ketiga para pelapor ini mengatakan bahwa ada juga salah satu peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2019 itu soal tata cara mengadili untuk perbuatan melawan hukum dari pemerintah atau badan," sambungnya.
Dalam Perma itu kata dia menyatakan bahwa untuk perbuatan melawan hukum itu yang dilakukan oleh badan atau pemerintah dalam hal ini KPU, itu sejatinya dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara bukan ke Pengadilan Negeri.
Seperti diketahui, dalam perkara gugatan ini, KPU merupakan tergugat dengan penggugatnya yakni Partai PRIMA.
"Menyatakan bahwa untuk perbuatan melawan hukum penguasa yang tadinya di perdata itu sejatinya ke pengadilan Tata Usaha negara artinya bahwa dengan dalil seperti itu harusnya pelapor menilai kalau perkara ini tidak disidangkan ke perkara perdata tapi ke pengadilan Tata Usaha negara," tukas dia.
Sebelumnya, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima. PN Jakpus baru saja menghukum KPU sebagai tergugat untuk menunda Pemilu dalam putusannya.
Diketahui, Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Baca juga: Putusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat Soal Penundaan Pemilu Patut Diduga Ultra Petita
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.