TRIBUNNEWS.COM - Bakal calon presiden Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan melontarkan sejumlah kritik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kritikan tersebut disampaikan Anies saat dirinya diundang dalam Milad PKS ke-21 di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5/2023) lalu.
Eks Gubernur DKI Jakarta itu menyinggung pembangunan jalan hingga penegakan hukum era Jokowi.
Pengamat Psikologi Politik UNS, Moh Abdul Hakim, menilai langkah Anies memiliki potensi dampak positif sekaligus negatif bagi mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Hakim menuturkan, apabila kritikan dilontarkan Anies bisa meyakinkan masyarakat dan dapat dipertanggungjawabkan, hal itu dinilai bisa memberi keuntungan bagi Anies.
Anies memiliki peluang untuk mengonsolidasikan basis pemilih loyal yang akan mendukungnya di Pilpres 2024 mendatang.
Baca juga: Polemik Panjang Jalan Non-Tol, Pengamat: Anies Baswedan Tak Salah Interpretasikan Data BPS
"Keuntungannya, dengan melakukan kritik sejak awal kepada Jokowi dengan mempertegas posisi dia akan mempermudah para pendukungnya untuk mengambil keputusan," kata Hakim dalam program Talkshow Overview yang ditayangkan youTube Tribunnews.com, Kamis (25/5/2023).
Anies, kata Hakim, bisa meraup suara dari para antitesa pemerintahan Jokowi.
"Ini adalah usaha Anies Baswedan posisinya sehingga dia bisa menarik dua jenis pemilih pertama pemilih yang dari awal memang tidak mendukung Pak Jokowi dan kedua pendukung yang merasa dikecewakan oleh pemerintahan Jokowi."
"Dan kelompok kedua ini terjadi pada menengah dan terdidik," ujar Hakim.
Di sisi lain, menurut Hakim, langkah Anies mengkritik pemerintahan Jokowi juga dinilai memiliki risiko yang tinggi.
"Memposisikan sebagai antitesa Jokowi ketika kepuasan publik tehadap kinerja presiden sangat tinggi itu jelas punya risiko tinggi," katanya.
Menurutnya, langkah itu berpotensi menjadi boomerang yang bisa meng-gradasi kredibilitas politik Anies.
"Karena dia menjadi satu-satunya kandidat yang memposisikan sebagai antitesa Jokowi ya dia harus berhadapan dengan pendukung partai-partai koalisi."
"Ketika Anies tak bisa menghadapi kritik dan bully para pendukung dan simpatisan pemerintah yang ada jelas itu bisa meng-erosi elektabilitasnya," ujarnya.
Menurut Hakim, langkah Anies itu adalah pertaruhan yang besar, sebab memiliki potensi untung-rugi yang dinilai tak pasti.
"Ini gambling dan pertaruhan yang besar, ketika ini efektif bisa menukil elektabiltas Anies yang cenderung landai sejak awal tahun."
"Tapi dia juga mengkritik Jokowi ketika Pak Jokowi sedang kuat-kuatnya dengan kepuasan publik yang mencapai 80 persen," ucapnya.
Anies Bandingkan Pemerintahan Jokowi-SBY
Diberitakan sebelumnya, Anies Baswedan mengkritik sejumlah kebijakan pemerintahan Jokowi.
Termasuk membandingkan pemerintahan Jokowi dengan masa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ia membandingkan pembangunan infrastruktur jalan era kepemimpinan keduannya.
Awalnya, Anies mengakui bahwa pembangunan infrastruktur jalan era pemerintahan Presiden Jokowi menjadi paling terpanjang dibandingkan kepemimpinan sebelumnya.
Namun, Anies menyoroti bahwa mayoritas infrastruktur jalan yang dibangun era Jokowi merupakan jalan berbayar.
"Pemerintahan kali ini berhasil membangun jalan tol terpanjang dibandingkan periode-periode sebelumnya."
"63 persen jalan tol berbayar yang berada di seluruh Indonesia itu dibangun di era pemerintahan sekarang. Sepanjang 1.569 kilometer dari total 2.499 km itu adalah jalan berbayar," kata Anies, Sabtu (20/5/2023).
Namun, kata Anies, jalan-jalan yang tak berbayar atau gratis yang dibangun di era Jokowi justru dinilai sangat sedikit.
Padahal, jalan tersebut dipakai untuk mobilitas penduduk dari sudut desa ke perkotaan.
"Jalan yang tak berbayar yang digunakan oleh semua secara gratis yang menghubungkan mobilitas penduduk dari sudut sudut desa ke perkotaan yang menbawa produk-produk pertanian, produk pertanian, produk perikanan dari sentra-sentra tempat mereka dihasilkan kewilayah-wilayah pasar baik jalan nasional, jalan provinsi, atau pun jalan kabupaten terbangun 19.000 kilometer di pemerintahan ini," ungkap Anies.
Anies pun membandingkan pembangunan jalan yang tak berbayar di era Jokowi dengan era SBY.
Bahkan, kata dia, SBY unggul tujuh kali lipat lebih dari Jokowi.
"Kalau coba saya bandingkan dengan pemerintahan 10 tahun yang lalu di jaman presiden pak SBY jalan tak berbayar yang dibangun adalah sepanjang 144.000 atau 7 setengah kali lipat," jelasnya.
"Bila dibandingkan dengan jalan nasional, di pemerintahan ini membangun jalan nasional sepanjang 590 Km di 10 tahun sebelumnya 11.800 Km 20 kali lipat. Kita belum bicara mutu, kita belum bicara standar dan lain-lain, kita bicara panjangnya," sambungnya.
Lebih lanjut, Anies menambahkan seharusnya pembangunan infrastruktur harus memberikan keberpihakan kepada masyarakat kecil.
Khususnya, pembangunan jalan yang tak berbayar atau gratis bagi masyarakat Indonesia.
"Infrastruktur yang bukan hanya untuk sebagian tetapi infrastruktur untuk semuanya," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Igman Ibrahim)