News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Survei Indikator Politik: Mayoritas Publik Inginkan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Pemilu - Hasil survei Indikator Politik Indonesia menyebut mayoritas publik ingin sistem pemilu proporsional terbuka.

TRIBUNNEWS.COM - Peneliti lembaga survei Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro memberikan pendapatnya perihal sistem Pemilu yang belum ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Diketahui sebelumnya, persidangan atas gugatan uji materi Undang-Undang Pemilu, khususnya Pasal 168 Ayat 2 tentang sistem proporsional terbuka hingga kini masih berjalan.

Sehingga belum bisa dipastikan Pemilu 2024 akan menggunakan sistem proporsional terbuka atau tertutup.

Meskipun demikian, Bawono menyebut mayoritas publik menginginkan pemilu dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

MK pun diminta mendengarkan suara rakyat terkait permasalahan ini.

"Mahkamah Konstitusi harus sangat mempertimbangkan sekali dan juga mendengarkan suara dari sebagian besar publik mengenai sistem dalam pemilihan umum mendatang," kata Bawono kepada Tribunnews.com, Selasa (30/5/2023).

Baca juga: Berharap MK Putuskan Sistem Proporsional Terbuka, ICW: Potensi Korupsi Bakal Terjadi jika Tertutup

Bawono menambahkan, keinginan mayoritas publik soal sistem proporsional terbuka juga tercermin sikap delapan partai politik di DPR RI.

Partai tersebut yakni Golkar, PAN, NasDem, Demokrat, PKB, PKS, PPP, dan Gerindra.

Hanya PDIP ingin pemberlakuan kembali sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024.

Hasil survei

Bawono kemudian menguraikan hasil temuan Indikator Politik Indonesia pada survei bulan Februari 2023 lalu.

Diketahui mayoritas publik ingin pemilu dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

"Sebesar 80,6 persen responden menjawab setuju terhadap sistem pemilu proporsional terbuka pada pemilu 2024."

"Sementara itu 11,9 persen responden saja menjawab setuju terharap sistem proporsional tertutup. Untuk responden yang tidak menjawab sebanyak 7,5 persen," urai Bawono.

Informasi tambahan, survei menggunakan metode multistage random sampling.

Survei dilakukan dalam dua periode waktu lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih.

Baca juga: Gerindra Minta Mahkamah Konstitusi Dengar Suara Rakyat Putuskan Pemilu Pakai Proporsional Terbuka

Hasil survei soal sistem pemilu. (Dok. Indikator Politik)

Dalam survei Periode 9-16 Februari 2023 jumlah sampel sebanyak 1.220 orang.

Sampel berasal dari seluruh Provinsi yang terdistribusi secara proporsional, dengan asumsi metodesimple random sampling, ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error--MoE) sekitar ±2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen .

Dalam survei Periode 12-18 Maret 2023 jumlah sampel sebanyak 800 orang.

Sampel berasal dari hampir semua Provinsi yang terdistribusi secara proporsional, dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 800 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error--MoE) sekitar ±3.5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen .

Kekurangan sistem proporsional tertutup pemilu

Bawono kemudian membeberkan kekurangan sistem proporsional tertutup pemilu.

Sistem ini akan membuat ikatan antara pemilih dan calon legislatif (caleg) menjadi lemah.

Caleg akan merasa lebih penting membangun relasi dengan elite partai agar terpilih.

Baca juga: PDIP: Mau Pemilu Sistem Proporsional Tertutup atau Terbuka Kita Siap, Tetap Menang

Dalam sistem proses proporsional tertutup, tidak lagi menampilkan nama-nama dan foto calon legislatif.

Hanya ada hanya tanda gambar parpol sebagai peserta pemilu.

"Berbeda dengan sistem proporsional terbuka, di mana caleg akan dipaksa membangun relasi dan komunikasi dengan para calon pemilih," tandas Bawono.

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini