TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDIP Said Abdullah menilai, pernyataan anggota DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman yang menyinggung DPR bisa menggunakan kewenangan dalam konteks budgeting, jika Mahkamah Konstitusi (MK) bersikeras memutuskan sistem Pemilu menjadi proporsional tertutup sebagai pernak-pernih dalam politik.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu meyakini para legislator bertindak seusai peraturan perundang-undangan.
"Saya pikir apa yang disampaikan oleh kawan-kawan tidak akan sejauh itu lah, kawan-kawan kan ngerti rambu-rambunya. Itu hanya pernik-pernik dari kawan-kawan saja," kata Said di Kompleks Parlrmen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/5/2023).
"Pak Habib itu kan orang yang pakar di bidang hukum. Pasti tidak akan melampaui undang-undang yang sudah ada di Mahkamah Konstitusi," imbuhnya.
Baca juga: Sistem Pemilu akan Diputus MK, Anies Baswedan: Proporsional Terbuka Gambaran Kemajuan Demokrasi
Sebelumnya, pernyataan Habiburokhman tersebut disampaikan saat konferensi pers delapan fraksi, minus PDIP, menolak sistem pemilu proporsional tertutup.
Said menilai, delapan fraksi tentu akan memahami pada nantinya keputusan uji materi MK bersifat final dan mengikat.
"Endingnya itu kan enggak bisa ditolak, langsung tidak bisa diganggu gugat karena keputusannya mengikat," ucapnya.
"Saya pikir dalam kondisi politik seperti ini, kita akan bersepakat agar pemilu bisa damai, sejuk, dan masyarakat melihat kompetisi politik secara sehat," lanjutnya.
Lebih lanjut, Said meyakini para anggota DPR tak akan menggunakan kewenangannya untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang MK.
Menurutnya, sikap delapan fraksi itu hanya bertujuan mengawal kualitas pemilu.
"Bahwa ada pertemuan dan sebagainha di antara kami itu biasa dan saling menghormati. Pertemuan A pertemuan B suatu ketika pertemuan dengan PDIP juga kan biasa sama. Semua itu lanjutannya adalah bagaimana mengawal Pemilu yang rutin dilaksanakan tapi kualitasnya semakin meningkat," ucap Said.
DPR Ancam Gunakan Hak Budgeting Bila MK Putuskan Pemilu Coblos Partai
Delapan fraksi DPR RI kembali mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tetap memutuskan sistem Pemilu proposional terbuka atau coblos calon anggota legislatif (caleg) di 2024.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman mengingatkan bahwa DPR juga memiliki kewenangan.
"Ya jadi kita tidak akan saling memamerkan kekuasaan, dan cuma kita juga akan mengingatkan bahwa kami ini legislatif juga punya kewenangan," kata Habiburokhman di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Habiburokhman berkelakar DPR akan menggunakan kewenangan budgeting apabila MK memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
"Apabila MK berkeras untuk memutus ini, kami juga akan menggunakan kewenangan kami. Begitu juga dalam konteks budgeting," ujarnya.
Sementara, Ketua fraksi Golkar DPR RI, Kahar Muzakir mengatakan delapan partai politik (parpol) fraksi DPR tetap mendukung Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka.
"Bahwa pertama kami tetap menuntut sistem Pemilu terbuka," kata Kahar dalam kesempatan itu.
Kahar menegaskan sistem Pemilu proposional terbuka sudah berlaku sejak lama.
Menurutnya, saat ini tahapan Pemilu sudah mulai berjalan dan parpol sudah menyampaikan Daftar Caleg Sementara (DCS) ke KPU.
"Kalau mau diubah sekarang proses sudah berjalan kita sudah menyampaikan DCS ke KPU setiap parpol itu calegnya itu DPRD kabupaten/kota," ujar Kahar.
Baca juga: Sampaikan Kesimpulan Sidang Uji Materi Sistem Pemilu ke MK, PKS Hendaki Sistem Proporsional Terbuka
Adapun dalam konferensi pers ini dihadiri perwakilan delapan fraksi DPR RI yang menolak sistem Pemilu proposional tertutup.
Mereka adalah Ketua fraksi Golkar Kahar Muzakir, Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia. Kemudian, Wakil Ketua MPR Yandri Susanto, Ketua fraksi PAN Saleh Daulay.
Lalu Waketum Gerindra Habiburokhman, Waketum PPP Amir Uskara, Ketua fraksi PKS Jazuli Juwani.
Serta Ketua fraksi NasDem Robert Rouw, Sekretaris fraksi PKB Fathan Subchi, dan Ketua fraksi Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas).