TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN Guspardi Gaus, merasa prihatin mengetahui kabar terkait laporan dari kelompok masyarakat Perkumpulan Warga Negara untuk Pemilu Jurdil (PWNPJ), yang menyatakan sekitar 52 juta data pemilih sementara (DPS) Pemilu 2024 disinyalir bermasalah dan ada kejanggalan.
Guspardi Gaus mengatakan, masukan dari PWNPJ terkait kejanggalan DPS ini harus disikapi KPU sebagai bentuk kepedulian dari kelompok masyarakat terhadap prosesi pemilu.
"Jangan saling diklaim dulu tentang data ini. Perlu pembuktian mengenai kebenaran dan validitas laporan tersebut," kata Guspardi kepada wartawan Selasa (27/6/2023).
"Temuan ini bukan hanya sekadar angka-angka belaka dan jangan main-main dengan data pemilu. Karena data pemilih ini berkaitan dengan kedaulatan rakyat," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui PWNPJ dalam konferensi persnya pertengahan Juni 2023, menyebut DPS yang di sampaikan KPU terasa janggal dan aneh.
Seperti data anak dibawah 12 tahun sebanyak 35.785, masyarakat yang berumur di atas 100 tahun 13.606.
Juga terdapat nama yang kurang dari 2 huruf sebanyak 14.000 serta Identitas sama 2.120.135 dan RT dan RW-nya kosong sebanyak 35.905.638 dan lainnya dengan total jumlah mencapai 52.048.328.
Sementara pemutakhiran data pemilih yang dilakukan KPU sejak menerima DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) mulai 14 Desember 2022 lalu dari Kementerian Dalam Negeri maupun Kementerian Luar Negeri, telah di rekapitulasi dan diumumkan KPU melalui rapat pleno terbuka, bahwa DPS pemilu 2024 berjumlah 205.853.518.
Guspardi mengatakan jika dibandingkan, artinya 25,3 persen dari DPS yang telah disampaikan KPU di duga janggal oleh PWNPJ.
"Sungguh angka yang fantastis dan mencengangkan sekaligus membingungkan,” ujarnya.
Baca juga: KPU Bantah Temuan Bawaslu Soal Penambahan Data Pemilih Pemilu 2024
Legislator asal Sumatera Barat ini pun meminta KPU segera menindaklanjuti temuan ini dengan meneliti ulang serta mencocokkan data temuan PWNPJ dengan DPS hasil pemutakhiran data KPU.
Kemudian Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu juga harus ikut melakukan croscek tentang temuan angka-angka ini.
Kedua lembaga peyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) harus saling bersinergi, saling mengisi dan saling menyempurnakan tentang data pemilih ini.
Selain itu, kata Guspardi, sebaiknya KPU segera mengundang kelompok masyarakat yang mengeluarkan rilis tentang kejanggalan DPS, guna mendapatkan keterangan dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi mengenai data pemilih ini.
Dengan berdiskusi dan duduk satu meja kemudian saling mecocokkan data, persolan DPS ini bisa diselesaikan.
"Laporan temuan DPS janggal ini perlu clear dan clean dulu sebelum KPU mengumumkan data pemilih tetap (DPT). Sehingga masyarakat dan semua stake holder terkait lainnya tidak merasa khawatir dan was-was lagi mengenai kebenaran dan validitas data pemilih," ujarnya.
"Jangan sampai persoalan ini menjadi bola liar dan integritas penyelenggara pemilu di pertanyakan menjelang pelaksanaan pemilu 2024 mendatang," pungkasnya.