Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Suamampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Koordinator Komite Pemilih (TePI) Indonesia, Jeirry Sumampow, menilai alasan di balik opsi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menunda Pilkada 2024 kurang tepat.
"Kalau dua alasan tadi yang digunakan oleh Ketua Bawaslu itu alasannya kurang tepat," kata Jeirry saat dikonfirmasi, Jumat (14/7/2023).
Sebagaimana diketahui, dua alasan Bawaslu adalah karena tahapan pilkada nanti beririsan dengan Pemilu 2024 dan juga terkait kesiapan keamaan dalam proses keberlangsungan pemungutan suara itu.
Menurut pria kelahiran Sulawesi Utara ini kedua alasan tersebut tidak ada kaitannya. Sebab pun pilkada ditunda, tentu dari segi keamanan akan terus berlangsung serentak, meski sudah tak beririsan dengan pemilu.
"Kalau beririsan, sudah ada. Kalau soal keamanan, ya mau ditunda pun keamanan ini tidak ada kaitannya dengan pemilu. Keamanan ini ada kaitannya kalau tadi alasannya itu dengan keserentakan. Jadi kalau dia ditunda tahun depan, ya di semua tempat serentak juga," tuturnya.
Baca juga: Bawaslu Usul Opsi Tunda Pilkada 2024, KPU: Maunya Lebih Cepat
"Sehingga tidak bisa ada pengerahan pasukan dari tempat lain untuk mengamankan kalau terjadi kerusuhan, misalnya," sambung Jeirry.
Lebih lanjut, jika antisipasi keamanan merupakan alasan, solusinya menurut Jeirry bukan pilkada yang diundur, melainkan keserentakan pemungutan suara yang ditiadakan.
"Karena ya mestinya kalau alasan keamanan dengan kemungkinan kecil untuk melakukan pengerahan pasukan dari daerah lain, ya jangan pilkada serentak dong usulannya," kata pria berdarah Minahasa itu.
"Pilkada harus seperti sekarang, terpisah. Atau paling tidak per tahun ya, sekarang kan tahun ini dikumpul, tahun lalu dikumpul. Jadi bukan, menurut saya tidak beralasan kalau menggunakkan alasan seperti tadi," Jeirry menambahkan.
Sebagaimana diketahui, Bawaslu mengusulkan opsi untuk menunda Pilkada 2024.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja merasa potensi permasalahan terbesar dan paling banyak biasanya dalam gelaran Pilkada 2024.
Pilkada 2024 menurutnya sangat rawan dengan berbagai permasalahan, mulai dari pelaksanannya yang mengalami irisan tahapan dengan Pemilu 2024 hingga kesiapan menjaga keamanan dan ketertiban.
"Kami khawatir sebenarnya Pemilihan 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti," kata Bagja dalam keterangannya, Kamis (13/7/2023).
"Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak," sambungnya
Bagja mencontohkan seperti pilkada di Makassar, saat ada gangguan kemanan, maka dapat dilakukan pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain.
Namun Pilkada 2024, menurutnya bakal sulit keadaan serupa untuk diterapkan. Sebab penjagaan akan terfokus di daerah masing-masing.
"Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," tandasnya.
Usulan opsi ini disampaikan Bagja dalam Rapat Koordinasi Kementrian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) dengan tema Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Dalam rapat itu Bagja menjelaskan potensi permasalahan dalam gelaran Pemilu Serentak 2024 dan Pemilihan (Pilkada) Serentak 2024. Dia menuturkan potensi permasalahan pada tiga aspek, yakni dari penyelenggara; peserta pemilu (pemilihan); dan pemilih.