Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB, Mohammad Toha, meminta para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) profesional dan menjaga integritas dalam menangani perkara Pilkada 2024.
Jika MK tak mampu mengurus sengketa tersebut, Toha mengusulkan perlu dibentuk lembaga baru yang khusus menangani masalah kepemiluan.
Sampai Rabu (18/12/2024), MK telah menerima sudah menerima total 310 permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah yang terbagi atas 21 permohonan tingkat gubernur, 49 permohonan tingkat walikota, dan 240 permohonan tingkat bupati.
Rencananya, proses persidangan sengketa pilkada akan dimulai Januari 2025. Setelah ini, MK akan menjadi sorotan masyarakat. Semua perhatian akan tertuju ke MK.
"Semakin banyak aduan ke MK semakin baik, artinya masyarakat sadar hukum, protes dengan melalui koridor hukum yang benar yaitu MK, sehingga mengurangi demo-demo yang berisiko terhadap perusakan fasilitas umum dan korban jiwa," kata Mohammad Toha, kepada wartawan Jumat (20/12/2024).
Baca juga: Polemik Kepala Daerah Dipilih DPRD, Mahfud MD: Bukan Soal Sistem, Tapi Penegakan Aturannya
Ia mengatakan, MK harus bekerja secara profesional dalam menangani perkara pilkada.
Selain itu, para hakim konstitusi dituntut menjaga integritas dalam menjalankan tugasnya. Tentu, akan banyak godaan dan tekanan kepada para hakim.
"Di situlah integritas para hakim konstitusi diuji. Masyarakat berharap banyak kepada MK. Mereka ingin mendapatkan keadilan dari MK. MK sebagai harapan terakhir bagi para kandidat yang merasa dicurangi," ujarnya.
Menurut legislator asal Dapil Jawa Tengah V itu, reputasi MK pernah berada di titik nadir.
Dia berharap, penanganan gugatan hasil Pilkada 2024 menjadi pelajaran berharga MK untuk mengangkat marwahnya sebagai lembaga tinggi negara, dalam sistem ketatanegaraan yang memegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
"Dulu kita percayakan perpindahan kewenangan penanganan pilkada dari MA ke MK, karena MA dianggap tidak sanggup menangani sengketa pilkada," katanya.
Baca juga: MK Terima 310 Permohonan Sengketa Pilkada, Jumlah Permohonan Gugatan Tingkat Gubernur Bertambah 4
Namun, lanjut mantan Wakil Bupati Sukoharjo 2000-2009 itu, bila kepercayaan ini tidak dilaksanakan MK dengan baik, maka kewenangan MK juga perlu dievaluasi. MK tidak perlu lagi menangani sengketa pilkada.
"Kita bisa membuat lembaga atau peradilan khusus sengketa pilkada," ucapnya.
Toha mengingatkan, kasus suap penanganan sengketa pilkada yang menggurita pada masa Akil Mochtar yang menyebabkan sang ketua divonis seumur hidup, harus jadi peringatan sangat keras bagi semua hakim MK untuk tidak lagi bermain api.
Sebab itu, dia mengajak masyarakat sipil untuk mengawasi penanganan perkara sengketa pilkada di MK.
"Ingat, penyelewengan hukum atas sengketa pilkada juga merupakan pelanggaran kemanusiaan yang terbukti hukumannya amat sangat berat," pungkasnya.