Sedangkan perspektif terjadinya konflik antar elite ini, lanjut Anis Matta, biasanya terjadi karena tidak adanya kesepakatan antar elite, sehingga membuat mereka saling bertengkar dan membuka rahasia atau membongkar kasus masing-masing.
"Konflik antar elite ini, bukan konflik dengan rakyat seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu, yang menyebabkan konflik horizontal dan polarisasi ideologi, serta menyebabkan pembelahan, makanya banyak orang yang dipersekusi dan dikriminalisasi. Kalau ini, orangnya tidak saling berhadap-hadapan, jumlahnya tidak besar dan konfliknya senyap. Tapi tahu-tahu si fulan ditangkap, si fulan di penjara," ungkapnya.
Baca juga: Tanggapi Denny Indrayana, KPK Jawab Isu Soal Anies Baswedan Tersangka Kasus Formula E
Anis berpandangan, bahwa upaya saling bongkar kasus yang terjadi di Pilpres 2024, mirip dengan yang terjadi pada Pemilu 2014 lalu, dimana ketika tu muncul kasus skandal Bank Century dan beberapa kasus besar lainnya.
"Jadi orang saling bongkar kasus ini sebagai instrumennya untuk melakukan pembunuhan karakter atau menghancurkan sumber daya lawan melalui kasus-kasus," katanya.
Dalam konflik antar elite ini, menurut Anis Matta, tidak diketahui siapa pelaku sebenarnya, sehingga akan menjadi sekedar gosip belaka.
"Kalau ada konflik di tingkat elite seperti itu, rakyat tidak tahu. Yang tahu elite-elite itu, sebab mereka saling pegang rahasia masing-masing," ujarnya.
Sementara perspektif ketiga yang mengindikasikan saling bongkar kasus jelang Pilpres 2024, adalah indikator terjadinya krisis narasi atau ideologi.
"Kalau kita tidak punya senjata ideologi, ya pakai senjata lain, namanya dosa. Karena itu, dalam Pemilu 2024 nanti kita tidak bisa membayangkan akan ada satu pesta demokrasi yang cantik, yang estetika dan kelihatan keindahannya. Tidak akan ada orang yang saling menyampaikan ide-ide atau narasinya dalam perdebatan," papar Anis Matta.
Fenomena ini, tentu saja sangat menyedihkan, karena kita sedang berada di tengah situasi krisis dunia dan diambang Perang Dunia III antar kekuatan adidaya.
Padahal situasi sekarang telah memaksa setiap negara untuk mencari peta jalan agar bisa bertahan, bahkan bisa melakukan lompatan besar yang akan mengubah tantangan menjadi peluang.
"Semua orang bingung menghadapi situasi seperti ini, karena itu tidak ada pemimpin yang hadir dengan tingkat keyakinan yang kuat. Semua orang gamang, karena orang gamang seperti itu biasanya menghindari perdebatan," katanya.
Sehingga untuk memenangkan situasi sekarang ini, pilihan senjatanya daripada menggunakan ideologi akan lebih baik memillih dosa (dirty job).
Sebab, calon pemimpin itu tidak ada succes story yang bisa diceritakan, dan juga tidak punya mimpi besar yang bisa menyakinkan orang.
Baca juga: Fahri Hamzah Minta Publik Tak Pilih Lagi Politisi dan Pemimpin yang Terbukti Gagal
Terakhir, perspektif teori 'Tumit Achilles' juga akan digunakan sebagai upaya untuk saling bongkar kasus jelang Pilpres 2024. T