News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Anis Matta Prediksi akan Ada Fenomena Saling Bongkar Kasus Jelang Pilpres 2024

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Anis Matta. /Foto: tangkap layar. Anis Matta memprediksi, akan ada fenomena saling bongkar kasus atau 'dirty job' menjelang kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta memprediksi, akan ada fenomena saling bongkar kasus atau 'dirty job' menjelang kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Fenomena bongkar kasus tersebut, akan mendominasi pemberitaan politik di semua media selama 6 bulan ke depan hingga Pilpres digelar pada 14 Februari 2024.

"Nanti akan kita lihat dalam sisa waktu 6 bulan ke depan sampai Pilpres, akan ada fenomena bongkas kasus yang terjadi terus menerus. Ini akan mendominasi semua berita politik, itu indikatornya sangat kuat," kata Anis Matta dalam keterangannya, Selasa (18/7/2023).

Baca juga: KPK Masih Terus Selidiki Formula E, Tak Terganggu Pilpres 2024

Menurut Anis Matta, fenomena bongkar kasus jelang Pilpres 2024, karena bakal calon presiden (bacapres) yang akan mengikuti kontestasi mengalami krisis ideologi, krisis narasi dan krisis kepemimpinan.

"Jadi kira-kira saya punya empat perspektif untuk membaca, mengapa ada fenomena saling bongkar kasus sekarang jelang Pilpres. Pertama itu, ada efek dosa, kedua ada konflik elite, ketiga sedang krisis narasi dan keempat teori Tumit Achilles," ucapnya.

Perspektif efek dosa, kata Anis Matta, sebenarnya tidak terkait dengan proses politik atau Pilpres 2024. Sebab, Islam mengajarkan, bahwa seseorang yang melakukan dosa membuat cahaya dalam hatinya menjadi meredup, hatinya gelap dan mengeras, serta menjadi orang yang kasar, kesepian dan ketakutan.

"Sekarang coba bayangan kalau dosa itu dilakukan berjemaah. Ada satu titik dosa itu, tidak bisa ditutupi dan auratnya akan terbuka. Dan waktu Allah SWT ingin menghinakan seseorang, tidak ada yang bisa menghidarkan. Jadi kita lepaskan dulu dari proses politik, bahwa orang yang melakukan dosa pasti akan dihinakan, cepat atau lambat," ujarnya.

Baca juga: Kasus Denny Indrayana soal Dugaan Ujaran Kebencian dan Penyebaran Hoaks Naik ke Penyidikan

Anis Matta lantas mengibaratkan hal itu dengan jenazah yang ingin ditutupi dengan kain kafan, ternyata tidak cukup atau tidak bisa ditutupi dengan kain kafan tersebut, karena telah dihinakan Allah SWT, akibat efek perbuatan dosa yang telah dilakukannya.

"Dalam konteks politik, itu maksudnya satu dosa yang ditutupi dengan perlindungan politik atau hukum itu, ada limit waktunya atau limit dosanya terakumulasi, pasti akan terbuka," katanya.

Di dalam politik, lanjut Anis Matta, harusnya membawa kesadaran bahwa seseorang itu hendaknya takut kepada Allah SWT untuk melakukan perbuatan dosa, bukan takut dikejar aparat penegak hukum.

"Jadi kalau kita bicara soal efek dosa ini, dosa yang bukan diada-adakan, tapi dosanya sudah ada, tapi dikapitalisasikan secara politik. Kalau takut dikejar hukum, ya jangan melakukan dosa dan kita harus lebih banyak takut kepada Allah SWT," ucapnya.  

Anis Matta menambahkan, ada satu ulama yang menyatakan, bahwa para pendosa yang melakukan perbuatan dosa, hatinya akan dibutakan.

Mereka dikategorikan dalam keadaan 'mabuk', dan jika dibiarkan akan membuat kehancuran dan kebinasaan.

"Dan ada satu titik, nanti akan diwariskan satu kehinaan oleh Allah SWT. Jadi apakah nanti ada proses politik atau tidak, ada pemilu atau ada pilpres atau tidak, siapa yang melakukan dosa akan dihinakan suatu saat nanti," katanya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini