Laporan Wartawan Tribunews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin telah menerbitkan memorandum bagi jajarannya terkait penanganan perkara selama Pemilu 2024.
Di antara memorandumnya, terdapat instruksi agar jaksa-jaksa yang bertugas di bidang intelijen dan pidana khusus tak memeriksa para peserta Pemilu terkait perkara korupsi. Para peserta Pemilu yang dimaksud ialah: calon presiden (capres), calon wakil presiden (cawapres), calon anggota legislatif (caleg), dan calon kepala daerah (calonkada).
"Agar bidang Tindak Pidana Khusus dan bidang Intelijen menunda proses pemeriksaan terhadap pihak sebagaimana dimaksud, baik dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan sejak ditetapkan dalam pencalonan sampai selesainya seluruh rangkaian proses dan tahapan pemilihan," katanya dalam memorandum yang terbit Minggu (20/8/2023).
Menyikapi memorandum itu, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) justru memilih langkah berlawanan.
Dalam hal ini, pihaknya lebih memilih untuk tak mengaitkan penanganan korupsi dengan kontestasi politik pada tahun mendatang.
Baca juga: Instruksikan Tunda Perkara Korupsi Peserta Pemilu, Jaksa Agung Dinilai Membangkang Konstitusi
Menurut Jampidsus, dalam perkara korupsi, para peserta Pemilu tetap dapat diperiksa sebagai saksi tanpa tebang pilih.
"Kalau (peserta Pemilu) jadi saksi bisalah diperiksa," kata Jampidsus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung, Selasa (22/8/2023).
Tak adanya tebang pilih dalam pemeriksaan itu dimaksudkan untuk membuat terang perkara korupsi yang sedang diusut tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung.
Apalagi tim penyidik Jampidsus kini tengah menangani perkara-perkara korupsi dengan estimasi kerugian negara fantastis, mencapai triliunan rupiah.
"Kan saksi. Sepanjang kebutuhan pemeriksaan masih bisa jalan ya diperiksa," ujar Kasubdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabowo, Selasa (22/8/2023).
Perkara-perkara yang sedang ditangani pun saat ini tak lepas dari keterkaitan tokoh-tokoh politik.
Jika pemeriksaan mereka sebagai saksi ditunda, maka dikhawatirkan akan menghambat penanganan perkara, baik dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan.
"Jangan sampai menghambat penanganan perkara," kata Prabowo.
Adapun perkara di Pidsus Kejaksaan Agung yang beberapa waktu belakangan menjadi atensi di antaranya: dugaan korupsi pengadaan tower BTS, pemberian fasilitas ekspor CPO, dan pemalsuan dokumen tambang.
Selain besarnya nilai kerugian negara, perkara-perkara tersebut menjadi sorotan karena melibatkan tokoh-tokoh nasional, termasuk politisi.
Di antaranya, ada mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate yang terjaring korupsi pengadaan tower BTS 4G.
Baca juga: MAKI: Instruksi Jaksa Agung Berpotensi Hilangkan Alat Bukti Korupsi
Sekretaris Jenderal Nasdem itu ditetapkan tersangka saat masih menyandang status sebagai menteri. Dia kini sudah duduk di kursi pesakitan bersama lima terdakwa lain.
Dalam perkara BTS pula, ada Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo yang pernah diperiksa Kejaksaan Agung.
Kemudian ada nama menteri sekaliber Airlangga Hartarto yang diperiksa Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi ekspor CPO dan produk turunannya.
Menteri Kordinator Bidang Perekonomian aktif itu dimintai keterangan terkait kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya pada masa kelangkaan dan melambungnya harga minyak sawit di pasar domestik.
Ketua Umum Golkar itu bukan satu-satunya pejabat tinggi yang diperiksa terkait perkara CPO.
Ada pula eks Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi yang dua kali diperiksa Kejaksaan Agung terkait perkara CPO.
Pemeriksaan pertama terhadap Lutfi dilakukan saat Kejaksaan Agung masih mengusut perkara perorangan yang kini sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Lalu pemeriksaan keduanya dilakukan terkait perkara yang menjerat tersangka korporasi.
Teranyar, Kejaksaan Agung menetapkan Ismail Thomas, Anggota DPR Fraksi PDIP sebagai tersangka.
Baca juga: Wanti-wanti Jaksa Agung Soal Penanganan Perkara Jelang Pemilu 2024: Jangan Jadi Alat Politik
Dia ditetapkan tersangka pada Selasa (15/8/2023) terkait perkara pemalsuan dokumen tambang.
Tambang yang dimaksud merupakan aset yang terafiliasi dengan terpidana kasus Jiwasraya, Heru Hidayat.
Dalam perkara tersebut, Ismail Thomas bersama orang lain diduga memanipulasi dokumen tambang agar seolah-olah dimiliki PT Sendawar Jaya.
Padahal, aset itu telah disita dan dilelang Kejaksaan Agung untuk menutupi kerugian negara.
"Telah memalsukan dokumen-dokumen terkait dengan perizinan pertambangan yang digunakan untuk kepentingan proses persidangan. Itu perannya," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam konferensi pers Selasa (15/8/2023).