News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Ini Jawaban MK Soal Dalil Gugatan Capres Tak Boleh Punya Rekam Jejak Langgar HAM Berat

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahkamah Konstitusi. Jawaban dan alasan MK soal dalil gugatan capres tidak boleh punya rekam jejak melanggar HAM berat.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan syarat batas usia capres maksimal 70 tahun dan permintaan perluasan makna frasa 'tindak pidana lainnya' pada perkara nomor 102/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro.

Dalam perkara ini, pemohon meminta adanya perluasan makna pada frasa 'tindak pidana berat lainnya' dalam Pasal 169 huruf d UU 7/2017 tentang Pemilu.

Pemohon meminta frasa itu diperluas menjadi kalimat 'tidak pernah mengkhianati negara, tak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tak punya rekam jejak pelanggaran HAM, dan bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa'.

Baca juga: Lima Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres Hari Ini Ditolak oleh MK

Perihal dalil ini, Mahkamah menyatakan bahwa permohonan pemohon itu justru akan menyempitkan cakupan norma Pasal 169 huruf d UU7/2017.

MK berpandangan frasa 'tindak pidana lainnya' telah memiliki makna yang punya cakupan sangat luas, yakni semua jenis tindak pidana berat, termasuk tindak pidana yang dimaksud pemohon.

"Menjadi redudasi yang berdampak pada adanya pengulangan makna yang memiliki kecenderungan adanya keragu-raguan dan juga justru dapat mempersempit cakupan norma dasar yang secara natural terdapat dalam Pasal 169 huruf d UU 7/2017 dimaksud." kata Hakim Konstitusi Daniel Yusmic membaca pertimbangan hukum di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).

Selain itu, jika MK mengakomodir permohonan pemohon, maka akan membawa kerumitan pada saat menerapkan norma tersebut.

Sebab penerapan norma harus juga memuat asumsi, dugaan, adanya penyelidikan, penyidikan atau putusan pengadilan yang inkrah.

Sehingga MK memandang jika keinginan pemohon dikabulkan, maka justru berpotensi terjadi pelanggaran terhadap asas praduga tak bersalah.   

Baca juga: Politisi Gerindra Sebut Gugatan Usia Maksimal Capres di MK Harus Ditolak karena Tidak Rasional

Atas dasar uraian ini, MK menyatakan dalil pemohon tidak punya kekuatan hukum mengikat dan tidak beralasan menurut hukum.

"Tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana termaktub dalam petitum permohonan a quo adalah tidak beralasan menurut hukum," ungkap Yusmic.

Pemohon juga mendalilkan bahwa seorang presiden dan wakil presiden harus mampu secara rohani dan jasmani sebagaimana disebutkan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945.

Pemohon menyebut punya hak konstitusional untuk memiliki presiden dan wakil presiden yang produktif, energik dan sehat. Jika presiden terpilih berusia lebih dari 70 tahun, pemohon menyebut hal itu merugikan pemohon secara konstitusional karena dinilai telah melampaui usia produktif manusia yang berpengaruh terhadap kinerja dalam kepemimpinan.

MK menjawab dengan menggunakan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang juga menyoal batas usia minimal untuk maju capres-cawapres.

MK menyatakan bahwa objek permohonan yang dimohonkan pemohon dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017, telah memiliki pemaknaan baru sejak putusan 90/PUU-XXI/2023 diucapkan. Sehingga pemohon dinyatakan telah kehilangan objek gugatannya.

"Dalil para pemohon berkaitan dengan pengujian inkonstitusionalitas norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah telah kehilangan objek," kata Yusmic.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini