News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Denny Indrayana di Sidang MKMK: Putusan Batas Usia Capres-Cawapres Mega Skandal, Libatkan Jokowi

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Denny Indrayana menganggap putusan MK soal batas usia capres-cawapres adalah mega skandal. Dia juga menyebut adanya keterlibatan Jokowi.

TRIBUNNEWS.COM - Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres adalah mega skandal.

Sehingga, sambungnya, putusan MK ini merupakan kejahatan yang terencana dan terorganisir.

"Putusan 90 (soal batas usia capres-cawapres) merupakan hasil kerja dari suatu kejahatan yang terencana dan terorganisir, planned and organized crime, sehingga layak pelapor anggap sebagai mega skandal Mahkamah Keluarga," kata Denny secara daring dalam sidang pemeriksaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang digelar, Selasa (31/10/2023) dikutip dari YouTube Kompas TV.

Denny juga menyebut putusan MK ini turut melibatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) demi memuluskan jalan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam Pilpres 2024.

"Mega skandal Mahkamah Keluarga itu melibatkan tiga elemen tertinggi. Pertama, orang nomor satu, yaitu the first chief justice Ketua Mahkamah Konstitusi. Kedua, untuk kepentingan langsung pihak keluarganya, yaitu the first family, keluarga Presiden RI Joko Widodo dan anaknya Gibran Rakabuming Raka."

"Ketiga, demi menduduki posisi di lembaga kepresidenan, yaitu the first office, Kantor Kepresidenan RI," bebernya.

Dengan penjelasannya itu, Denny menganggap proses penyusunan hingga menjadi sebuah putusan MK terkait gugatan batas usia capres-cawapres ini mengandung unsur koruptif, kolutif, dan nepotisme (KKN).

Baca juga: Sidang Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim, MKMK Periksa Denny Indrayana dan 16 Guru Besar

Denny pun berharap MKMK tidak hanya menjatuhi sanksi etik bagi hakim MK yang memutus gugatan tersebut.

Menurutnya, putusan MK ini menimbulkan kerusakan yang dahsyat bagi hukum di Indonesia.

"Sehingga prinsip bahwa putusan MK harus dihormati sebagai yang terakhir dan mengikat atau final dan binding, kini harus dibuka dengan pengecualian atau exception justru demi menjaga kewibawaan, keluhuran dari Mahkamah Konstitusi itu sendiri," kata Denny.

Selain itu, Denny juga mendesak agar MKMK menerbitkan putusan yang sanggup mengoreksi putusan MK tersebut yang terlanjut menjadi tiket untuk Gibran mendaftarkan diri ke KPU RI sebagai bacawapres.

Dia pun mendesak agar MKMK memutuskan putusan MK terkait batas usia capres-cawapres ini tidak digunakan sebagai landasan aturan terkait pendaftaran capres-cawapres ke KPU.

Hal itu karena Denny menilai putusan MK ini merupakan produk manipulasi dan rekayasa demi kepentingan politik.

"Pelapor mengusulkan, putusan 90 tidak boleh digunakan sebagai dasar maju berkompetisi dalam Pilpres 2024."

"Perlu ada putusan provisi untuk menunda pelaksanaan dari Putusan 90 yang menabrak nalar dan moral konstitusional tersebut," ujarnya.

Sehingga, Denny berharap agar MKMK tegas dalam mengambil sikap yang luar biasa dalam perkara, yang menurutnya, juga luar biasa.

"MKMK yang mulia semoga berkenan untuk menyatakan tidak sah Putusan 90 atau paling tidak memerintahkan agar MK melakukan pemeriksaan ulang perkara 90 itu dengan komposisi hakim yang berbeda, tanpa hakim terlapor," tegasnya.

Baca juga: MKMK Terima 18 Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Konstitusi, Jimly: Anwar Usman Paling Banyak

Pada akhir pernyataannya, Denny pun berharap putusan MKMK ini tetap dapat dilaksanakan meski adanya upaya banding dari pihak lain.

"Untuk menghindari putusan MKMK tidak dilaksanakan dalam tenggat waktu Pilpres yang sangat sempit, dan menghindari upaya banding disalahgunakan untuk menunda eksekusi, maka pelapor meminta dilaksanakan putusan MKMK," ujarnya.

MKMK Terima 18 Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim MK

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023). (Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami)

Sebelumnya, Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie mengungkapkan ada 18 laporan dugaan pelanggaran etik hakim diterima MKMK.

Ia mengatakan, jumlah tersebut didominasi oleh laporan dugaan pelanggaran etik terhadap Ketua MK Anwar Usman.

"Jadi sekarang sudah 18 laporan. Jadi sudah nambah lagi ini dua hari ini. Dari 18 itu, ada 6 isu. Kemudian ada 9 terlapor tapi yang paling pokok, paling utama, paling banyak itu Pak Anwar Usman," ucap Jimly pada Senin (30/10/2023).

"Itu Pak Anwar Usman paling banyak. Kedua, Pak Saldi. Ketiga, Pak Arief. Itu yang paling banyak," sambungnya.

"Selain itu ya bersama-sama (hakim terlapor). Ada yang bersama-sama 5 orang (hakim), ada yang 2 orang, ada yang sama-sama 9 orang," ujarnya.

Lebih lanjut, Jimly menyampaikan, sidanga akan digelar per sidang per satu hakim konstitusi.

"Dan kemungkinan khusus untuk ketua (Anwar Usman) dua kali. Pertama besok, terakhir nanti diperiksa lagi Karena dia paling banyak," kata Jimly.

Sementara pada Selasa malam, Jimly mengatakan Anwar Usman mendapat giliran pertama untuk dihadirkan dalam sidang.

Baca juga: MKMK Panggil 9 Hakim Konstitusi Terkait Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hari Ini

Sidang tersebut akan dilakukan secara tertutup.

"Besok itu, Pak Anwar Usman, tapi itu malam. Kalau yang malam dengan hakim Anwar Usman, itu (sidang) tertutup," kata Jimly, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).

Tak hanya Anwar Usman, Jimly mengungkapkan, kemungkinan MKMK juga akan menggelar sidang terhadap hakim konstitusi Saldi Isra, besok malam.

Adapun ia memastikan semua hakim akan dihadirkan dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik.

"Mungkin besok itu dua, sesudah Anwar Usman dan Pak Saldi. Baru nanti, besok lagi. Pokoknya semua (hakim konstitusi) dapat giliran," ucapnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Muhammad Zulfikar)

Artikel lain terkait Pilpres 2024

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini