News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Ajukan Gugatan Baru Batas Usia Capres-Cawapres, Mahasiswa Unusia Singgung Sanksi MKMK ke Anwar Usman

Penulis: Jayanti TriUtami
Editor: Suci BangunDS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Brahma Aryana dan kuasa hukumnya Viktor Snatosa Tandiasa berfoto bersama sebelum mengikuti sidang soal syarat usia capres dan cawapres di bawah 40 tahun di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).

TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyidangkan kembali gugatan terkait batas usia capres-cawapres, Rabu (8/11/2023).

Gugatan tersebut, dilayangkan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana (23).

Brahma Aryana menggugat pasal syarat usia capres-cawapres yang baru saja diubah MK pada 16 Oktober lalu lewat Putusan 90/PUU-XXI/2023.

Baca juga: Profil Brahma Aryana, Mahasiswa FH Unusia yang Ajukan Gugatan Baru Batas Usia Capres-Cawapres ke MK

Pada gugatannya, Brahma meminta frasa baru yang ditambahkan MK pada putusan 90, yaitu "atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pilkada" dinyatakan inkonstitusional.

Dikutip dari Kompas, Brahma juga meminta pada bagian itu diganti menjadi lebih spesifik, yakni hanya jabatan gubernur.

"Sehingga bunyi selengkapnya 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pilkada pada tingkat daerah provinsi'," kata Brahma dalam gugatannya, dikutip dari situs resmi MK.

Dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Brahma menyinggung putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait sanksi terhadap Anwar Usman.

Sebelumnya, Anwar Usman mendapat sanksi berupa pemberhentian dari jabatan Ketua MK karena dinilai telah melakukan pelanggaran kode etik berat. 

Selain itu, ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga dilarang terlibat dalam pemeriksaan perkara perselisihan pemilihan presiden (pilpres) hingga pemilihan wali kota.

"Saya ingin memastikan saja bahwa di putusan MKMK No 2 Tahun 2023 kemarin, dalam perkara ini kami ingin memastikan saja bahwa tidak diperiksa oleh salah satu hakim in casu Prof Dr Anwar Usman," ucap Brahma, dikutip dari Kompas TV, Rabu (8/11/2023).

Baca juga: Tak Hadir Dalam Pertemuan Eks Hakim MK, Mahfud MD Singgung Status Sebagai Cawapres

Terkait permohonan tersebut, pimpinan sidang, Suhartoyo pun buka suara.

Ia menyebut, amar putusan MKMK sudah menjelaskan soal sanksi terhadap Anwar Usman.

"Kan sudah ada amar putusan MKMK seperti itu, nanti akan kami sampaikan juga ke rapat," jelas Suhartoyo.

Selain Suhartoyo, hadir pula Hakim MK Guntur Hamzah dan Daniel Yusmic dalam sidang tersebut.

Sementara itu, Brahma didampingi oleh kuasa hukumnya Victor Santosa Tandiasa.

Profil Brahma Aryana

Dikutip dari bem.unusia.ac.id, Brahma Aryana tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unusia.

Brahma menjabat sebagai Menteri Pendidikan & Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM).

Tidak banyak informasi terkait Brahma Aryana.

Baca juga: Jimly Asshiddiqie Jelaskan Alasan Anwar Usman Tidak Diberhentikan dari Hakim MK

Namun dikutip dari akun Facebook dengan nama yang sama, Brahma Aryana menempuh pendidikan di SMPN 134 SSN Jakarta.

Kemudian Brahma melanjutkan sekolah di SMAN 3 Jakarta.

Brahma lalu mengambil kuliah jurusan Hukum di Unusia.

Sebelumnya, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie sempat memuji gugatan yang dilayangkan Brahma.

 Jimly mengaku tidak menyangka Brahma akan menggugat pasal yang baru saja direvisi melalui gugatan. 

"Hal baru ini. Anda tidak kepikiran ini, pengajuan judicial review terhadap undang-undang yang baru diputus kemarin," kata Jimly, Kamis (2/11/2023).

"Kalau sudah diregistrasi, harus disidang. Anda bisa membayangkan, kan, kreatif itu," lanjutnya.

(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Gilang Putranto) (Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini