Sebab, lembaga se-power full MK, yang juga cabang dari salah satu trias politika.
"Yakni lembaga yudikatif sudah tidak lagi independen dan merdeka, apalagi lembaga-lembaga yang dibawah eksekutif. Ini memang harus menjadi fokus kita semua," ungkapnya.
Atas dasar tersebut, Rijal menegaskan, seluruh aparatur negara, baik ASN, TNI, maupun Polri harus bersikap profesional, adil, tidak diskriminatif atas dasar kepentingan kelompok, golongan atau politik.
"Jangan sampai kekuasaan penguasa anggaran dan program yang melekat pada sebagian ASN menjadi kekuatan yang dimanfaatkan untuk mengarahkan ASN dan masyarakat pada kekuatan politik tertentu, yang berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa," katanya.
Oleh karena itu, kata Rijal, GKMS yang tergabung dari beberapa elemen, baik dari Akademisi, mahasiswa, NGO, Pegiat media sosial, wartawan hingga masyarakat akan mendeklarasikan posko pengaduan, tujuannya agar memantau dan melaporkan tindakan yang dirasa tidak netral.
"Kami bersama masyarakat dimulai dari pusat, dan kedepannya akan menyusul di tiap provinsi hingga Kabupaten/Kota kedepannya akan membentuk posko pengaduan Netralitas bagi ASN, TNI dan Polri tersebut," jelas dia.
Sementara, Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz, dalam rapat konsolidasi turut memaparkan bahwa potensi netralitas aparat pemerintah menjadi isu yang sangat kuat menjelang pemilu.
Dia kemudian menyoroti pengangkatan para penjabat kepala daerah yang dinilainya masuk dalam kerawanan pemilu.
Menurutnya, para ASN di desa-desa sangat memiliki pengaruh di masyarakat. Sehingga, keberadaan mereka juga harus diberikan porsi yang tepat untuk diawasi.
"Titik rawan itu akan terlihat ketika pemilihan dilakukan, bukan pada saat pendaftaran. Oleh karenanya perlu menjaga bersama semua kelompok masyarakat sipil," kata Kahfi.
"Menurut saya ini menarik sekali ide pengawasan bersama terhadap setiap potensi pelanggaran pemilu yg barangkali dilakukan oleh aparat pemerintah, asn dan tni-polri," ujarnya.