TRIBUNNEWS.COM - Suhartoyo telah resmi ditunjuk sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru menggantikan Anwar Usman yang dicopot oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Kamis (9/11/2023) siang tadi.
Pasca ditunjuk, Suhartoyo pun langsung memimpin sidang gugatan dengan nomor perkara 142/PUU-XXI/2023 sebagai Ketua MK.
Berdasarkan pantauan di YouTube MK, sidang tersebut digelar sekitar pukul 14.30 WIB.
Adapun sidang terkait dengan pengujian materil Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
Suhartoyo pun turut didampingi oleh hakim konstitusi lainnya yaitu Saldi Isra dan Daniel Yusmic P Foekh.
Sekilas informasi, pemohon gugatan UU Pemilu ini adalah seorang karyawan swasta bernama Jonatan Ferdy yang berdomisili di Jakarta Barat.
Baca juga: PPP Ingatkan Ketua Baru MK Suhartoyo Jangan Buat Kesalahan Seperti yang Dilakukan Anwar Usman
Dalam petitumnya, Jonathan memohon mengabulkan gugatannya karena Pasal 515 UU Pemilu diangapnya bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekautan hukum mengikat.
"Menyatakan Undang-Undang Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan secara bersyarat (Conditionally Unconstituional) dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai: "Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilihan Umum tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah," demikian isi petitum dari pemohon.
Seperti diketahui, ditunjuknya Suhartoyo sebagai Ketua MK baru menggantikan Anwar Usman berdasarkan musyawarah dan mufakat para hakim konstitusi, sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 6 Tahun 2023.
Musyawarah tersebut dilakukan dalam Rapat Pleno Hakim secara tertutup di Gedugng MK, Jakarta Pusat, pada Kamis pagi pukul 09.00 WIB.
Penunjukan Suhartoyo sebagai Ketua MK pun diumumkan langsung oleh Wakil Ketua MK, Saldi Isra.
"Yang jadi Ketua Mahkamah Konstitusi ke depan adalah Bapak Suhartoyo. Sementara saya tetap jadi wakil ketua," kata Saldi.
Pasca ditunjuk, Suhartoyo bakal menjalani pengambilan sumpah jabatan pada Senin pekan depan.
Daftar Putusan MKMK: 9 Hakim Disanksi Teguran Lisan, Anwar Usman Dicopot dari Ketua MK
Seperti diketahui, MKMK telah menjatuhi sanksi etik kepada sembilan hakim MK pada Selasa (7/11/2023) lalu.
Dalam putusannya, MKMK menjatuhi teguran lisan kepada seluruh hakim MK lantaran bocornya RPH ke publik lewat artikel yang diterbitkan oleh salah satu media massa online nasional.
"Memutuskan menyatakan para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapata Karsa Hutama, prinsip Kepantasan dan Kesopanan."
"Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif kepada para hakim terlapor," kata Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie dalam sidang putusan sidang etik hakim MK yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Baca juga: Profil Suhartoyo, Hakim Konstitusi yang Gantikan Anwar Usman sebagai Ketua MK
Selain itu, adapula putusan etik yang dijatuhkan secara perseorangan kepada hakim MK.
Contohnya adalah hakim konstitusi, Arief Hidayat.
MKMK menjatuhi sanksi teguran tertulis kepada Arief lantaran merendahkan martabat MK di depan publik ketika menjadi pembicara di acara Konferensi Hukum Nasional di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) serta dalam siniar (podcast) di salah satu media nasional.
"Dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang terkait dengan narasi ceramah dalam Konferensi Hukum Nasional di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan wawancara dalam tayangan podcast di salah satu media massa swasta di Indonesia terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan sepanjang terkait dengan pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat Mahkamah Konstitusi dan menjatuhkan sanksi teguran tertulis," jelas Jimly.
Kemudian, MKMK juga menjatuhkan sanksi berupa pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua MK.
MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat yang tertuang dalam Sapta Karsa Utama seperti prinsip ketakberpihakan hingga kesopanan.
"Menyatakan Hakim Terlapor melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip kepantasan dan Kesopanan."
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," kata Jimly.
Baca juga: Perbandingan Harta Suhartoyo, Ketua MK yang Baru, dengan Anwar Usman, Selisih Rp18,6 Miliar
Selain itu, MKMK juga menjatuhi sanksi kepada Anwar Usman untuk tidak boleh mencalonkan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatan berakhir.
"Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," pungkas Jimly.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024