TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bawaslu Rahmat Bagja meminta seluruh pengawas Pemilu memiliki pemahaman tentang aturan dan regulasi kampanye.
Hal itu disampaikan Rahmat dalam amanat Apel Siaga pengawasan tahapan kampanye di kawasan Monas, Jakarta, Minggu, (26/11/2023).
"Kita pastikan seluruh pengawas pemilu memiliki pemahaman yang mendalam tentang aturan dan regulasi kampanye pemilihan umum," katanya.
Ia juga menghimbau agar para pengawas Pemilu dapat meningkatkan koordinasi dalam menjalankan tugasnya.
Memastikan bahwa informasi dan pengalaman dapat dibagikan dengan efisien.
"Manfaatkan teknologi pemantauan dan analis data untuk mendukung pengawasan, pastikan tim dapat memahami dan menggunakan alat kerja tersebut secara efektif," katanya.
Rahmat meminta masing-masing pengawas pemilu daerah membuat strategi khusus untuk pengawasan kampanye di media sosial.
Para pengawas dapat mengiidentifikasi tagar populer serta akun-akun yang berpotensi menyebarkan informasi palsu.
"Serta trend yang mungkin perlu diawasi," katanya.
Baca juga: Gelar Apel Siaga, Ketua Bawaslu Ingatkan Waktu Tidur Mulai Berkurang, Wajib Ada di Lapangan
Rahmat mengatakan pihaknya memiliki satuan tugas khusus untuk mengawasi kampanye pemilu di Media Sosial.
Apabila ada pelanggaran dalam kampanye di Medsos ia meminta untuk segera dilaporkan.
"Oleh sebab itu kehadiran bapak Menkoninfo di sini memastikan bapak ibu mempunyai koordinasi langsung dengan Kominfo jika ada medsos bermasalah, ada akun-akun bermasalah laporkan. Kita punya satuan tugas untuk pengawasan media sosial," pungkasnya.
Waspada Hoaks dan Akun Palsu, Perludem Ingatkan Potensi Risiko Kampanye di Medsos
Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengingatkan sejumlah potensi risiko kampanye di media sosial (medsos) yang perlu diwaspadai.
Titi mengatakan, risiko pertama yakni terkait penyebaran hoaks, berita palsu, dan disinformasi materi yang sengaja dibuat-buat dan disamarkan sebagai kebenaran.
"(Hoaks) bertujuan untuk menurunkan kredilibitas dan integritas," kata Titi, dalam rapat kordinasi bertajuk 'Menjaga Stabilitas Politik Hukum dan Keamanan pada Tahapan Pemilu 2024', di Hotel Orchardz, Jakarta Pusat, pada Selasa (21/11/2023).
Kedua, kata Titi, potensi penyebaran mis-informasi atau informasi yang keliru yang tidak dimaksudkan untuk menyesatkan.
"Perilaku non-autentik yang terkoordinasi (CIB) yang mengunakan akun palsu atau anonim yang terkoordinasi untuk menyesatkan pengguna platform. Seringkali melalui konten atau clickbait atau kumpulan buzzers," jelasnya.
Selanjutnya, potensi terjadinya kampanye jahat atau black campaign terkoordinasi yang bertujuan untuk merusak reputasi lawan atau opsisi. Diikuti, potensi penggunaan bot atau sistem yang mensimulasikan manusia untuk mengarahkan topik yang sedang trend.
Baca juga: Perludem Soroti Ribuan Aparat Desa Dukung Gibran, Sebut Benih Pelanggaran Kampanye
Lebih lanjut, Titi mengatakan, potensi lainnya, yakni adanya influencers maupun buzzers uang yang mendorong topik atau isu tertentu agar menjadi populer.
Kemudian, potensi adanya aliran dana kampanye tak transparan, promosi yang mendorong politik identitas, penggunaan akun palsu, dan kekerasan gender berbasis online (KGBO) khususnya terhadap caleg perempuan.
Sekilas tentang Perludem
Dikutip dari situs resmi, Perludem adalah organisasi nirlaba mandiri yang menjalankan riset, advokasi, pemantauan, pendidikan, dan pelatihan di bidang kepemiluan dan demokrasi untuk pembuat kebijakan, penyelenggara, peserta, dan pemilih, yang sumber dananya berasal dari penggalangan serta bantuan lain yang tidak mengikat.
Lingkup kegiatan Perludem sepanjang perjalan organisasi beragam dengan Advokasi sebagai core utamanya.
Advokasi yang dilaksanakan Perludem dilakukan dengan pendekatan evidence-based, sehingga substansi advokasinya memiliki bargain akademik yang kuat. Namun secara umum, kegiatan Perludem yaitu: pengkajian, pelatihan, dan pemantauan.
Peta Kerawanan Pemilu 2024, Bawaslu Ungkap Kampanye Ujaran Kebencian Dominasi Medsos
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengungkap kampanye bermuatan ujaran kebencian menjadi kerawanan paling banyak yang terjadi di media sosial pada tingkat provinsi.
Jumlahnya mencapai 50 persen.
Disusul kampanye bermuatan hoaks sebesar 30 persen, dan kampanye bermuatan SARA 20 persen.
Hal ini disampaikan Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty saat launching 'Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024: Isu Strategis Kampanye di Medsos' seperti disiarkan langsung Youtube Bawaslu RI, Selasa (31/10/2023).
"Kampanye bermuatan ujaran kebencian adalah indikator yang paling banyak terjadi pada kampanye di media sosial dengan persentase 50 persen, disusul kampanye bermuatan hoaks atau berita bohong 30 persen, dan bermuatan SARA 20 persen. Artinya ujaran kebencian mendominasi," kata Lolly.
Data ini merupakan hasil dari identifikasi peristiwa dan kasus pelanggaran di Pemilu 2019, pemilihan sebelumnya, dan persiapan Pemilu 2024 lewat pendalaman ke pihak terkait yakni Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Perihal jumlah kejadian kerawanan kampanye di media sosial, Bawaslu mendapati ada 5 provinsi dan 22 kabupaten/kota yang punya kasus kampanye bermuatan ujaran kebencian, kemudian 3 provinsi dan 26 kabupaten/kota yang punya kasus kampanye bermuatan hoaks, disusul kampanye bermuatan SARA pada 2 provinsi dan 18 kabupaten/kota.
"Kalau di kabupaten/kota adalah hoaks, kalau di provinsi banyak ujaran kebencian," ungkapnya.
Baca juga: Kampanye Pilpres 2024, Anies Baswedan Bakal Mulai dari Jakarta
Adapun media sosial sampai saat ini masih dinilai menjadi instrumen paling efektif untuk mengampanyekan agenda atau penyebarluasan informasi. Hal ini tak terlepas dari banyaknya pengguna medsos di Indonesia.
Berdasarkan data We Are Social, jumlah pengguna internet pada tahun 2023 di Indonesia mencapai 212,9 juta atau 77 persen dari total populasi.
Sebanyak 167 juta atau 60,4 persen adalah mengguna medsos aktif.
Kemudian 83,2 persen pengguna internet berselancar di dunia maya untuk tujuan menemukan informasi.
Polda Metro Jaya Gencarkan Patroli Siber, Awasi Pergerakan Medsos saat Pemilu 2024
Polda Metro Jaya menggencarkan Patroli Siber khususnya di media sosial untuk mengantisipasi adanya serangan-serangan saat Pemilu 2024.
Wakapolda Metro Jaya Brigjen Suyudi Aryo Seto mengungkapkan pemantauan super ekstra diperlukan di era digital seperti saat ini.
"Kita di seluruh Satker di Polres maupun Polda tidak hanya di jajaran Reserse saja tapi di Polres-Polres kita ada namanya patroli siber, karena memang di era digital seperti sekarang kita harus melakukan pemantauan," kata Suyudi kepada wartawan, Sabtu (4/11/2023).
"Karena kita ketahui bersama bahwa potensi konflik itu tidak serta merta diawali dari wilayah atau darat saja. Tetapi, juga dari udara dari dunia siber," sambungnya.
Untuk itu, lanjut Suyudi, pihaknya tidak akan segan-segan menindak para pelaku kejahatan di dunia siber yang akan mengganggu kondusifitas khususnya saat pesta demokrasi.
Sejauh ini, Suyudi mengklaim sudah banyak pelaku-pelaku yang sudah ditangkap lantaran melakukan melakukan provokasi di media sosial.
"Ini kita lakukan pemantauan setiap waktu dan kalau ada upaya yang mengganggu, memancing memprovokasi tentunya kita akan tidak segan-segan untuk melakukan penindakan," jelasnya.
Operasi Mantap Brata
Diketahui, Polri mengerahkan ratusan ribu personel dalam Operasi Mantap Brata untuk mengamankan jalannya pelaksanaan Pemilu 2024.
Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan total 434.197 personel dari dari jajaran Mabes Polri hingga Polda di seluruh Indonesia akan dikerahkan.
"Pada pelaksanaan Operasi Mantap Brata 2023-2024, Polri menurunkan personel sebanyak 434.197 personel," kata Sandi di The Tribrata, Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2023).
Sandi berharap, dengan banyaknya personel yang diterjunkan bisa menciptakan pemilu damai, mulai dari tahap pendaftaran para calon hingga pelantikan, termasuk saat pencoblosan.
Pengamanan pada saat tahap pencoblosan, lanjut Sandi, bakal dilakukan menyesuaikan tingkat kerawanan suatu daerah.
"Pada waktu pelaksanaan pemilu langsung di TPS disesuaikan dengan karakteristik wilayah yang ada. Jadi kalau wilayahnya aman, rawan ataupun yang rawan satu itu tentunya akan berbeda dengan daerah-daerah tertentu," ucapnya.
"Untuk itu harapan kita bersama bahwa insyaallah pemilu bisa dilaksanakan dengan aman dengan tertib sesuai dengan yang kita harapkan," sambungnya.
Baca juga: IPW Sebut Netralitas Aparat akan Buat Hasil Pemilu Dapat Kepercayaan Publik Tinggi
Adapun Operasi Mantap Brata ini dipimpin langsung oleh Kabaharkam Polri Komjen Fadil Imran.
Kegiatan itu akan dilakukan selama 222 hari sejak tahap pendaftaran hingga pengambilan sumpah oleh pasangan presiden terpilih.
Operasi ini akan melibatkan 11 satuan kerja dari Mabes Polri. Yakni Bareskrim, Baintelkam, Baharkam, Korbrimob, Slog, Divisi Humas, TIK, Propam, Hubinter, Srena, hingga Irwasum.
Sebelas satuan kerja tersebut akan ditempatkan ke dalam 9 Satuan Tugas (Satgas) yang berbeda. Meliputi Satgas Pengamanan Capres-Cawapres, Preemtif, Preventif, Penindakan, Gakkum, Antiteror, Pengaman TPS Luar Negeri, Humas, dan Banops.