Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Melki Sedek Huang mengatakan, banyak orang senang dengan Pemilu 2024 karena merupakan pesta demokrasi.
Meski demikian, Melki menyampaikan, pesta demokrasi tidak akan berjalan jika infrastruktur demokrasinya tidak dibangun dengan baik.
Adapun infrastruktur demokrasi yang dimaksudnya tersebut ialah hukum yang melindungi demokrasi itu sendiri.
"Pesta demokrasi tidak akan berjalan tanpa infrastruktur demokrasi yang baik. Infrastruktur seperti hukum yang dipakai untuk melindungi demokrasi, bagaimana kita bisa melihat kebebasan berekspresi terjadi dengan baik, bagaimana reformasi keamanan tidak mengobrak-abrik sistem demokrasi kita," kata Melki, dalam diskusi publik bertajuk 'Ancaman Demokrasi: Dinasti Politik, Netralitas Penyelenggara Pemilu, dan Politisasi Yudisial', di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Depok, Jawa Barat, pada Senin (11/12/2023).
"Jadi, sistem demokrasi itu harus diperkuat dulu sebelum kita merayakan pesta demokrasi 2024," ucapnya.
Lebih lanjut, Melki kemudian menyinggung, banyak juga yang mengatakan, bahwa masyarakat harus merayakan pemilu dengan santun dan riang gembira.
Ia mempertanyakan, bagaimana riang gembira itu bisa terjadi jika para kandidat calon pemimpin yang hadir dalam kontestasi itu tidak bisa kenghadirkan riang gembira jika mereka terpilih.
"Bagaimana kita bisa percaya kalau mereka bisa menghadirkan keriangan kalau hak asasi manusia tidak dipakai dengan baik," ucap Melki.
Baca juga: Infografis: Survei Litbang Kompas Elektabilitas Capres dan Cawapres Edisi Desember 2023
Menurut Melki, slogan 'politik riang gembira' dan 'politik santun' yang digaungkan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang maju di Pilpres 2024 itu hanya propaganda semata.
"Menurut saya, politik riang gembira, politik santun itu propaganda kalau menurut saya. Karena kalau tidak disebutkan politik riang gembira, kita semua sudah marah melihat proses di Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin (Putusan 90 tentang syarat batas usia capres-cawapres 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah)," jelasnya.