TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango kecewa menyaksikan debat pertama calon presiden (capres) 2024 yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada Selasa (12/12) semalam.
Nawawi Pomolango bahkan menyesal datang langsung ke arena debat di halaman kantor KPU RI.
Penyesalan itu muncul lantaran selama debat para capres tidak ada yang menyinggung soal konsep pemberantasan korupsi.
Nawawi bahkan menyebut debat antara Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo itu layaknya debat kusir.
”Semalam saya ikut juga karena diundang menyaksikan debat kusir, eh maaf debat capres. Capek-capek dari sini saya bela-belain, ke sana saya ingin mendengar ada konsep pemberantasan korupsi, enggak ada yang bisa ditawarkan oleh beliau (para capres, red)," kata Nawawi pada forum diskusi di acara Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) di Istora Senayan, Rabu (13/12).
Menurut Nawawi para capres hanya menyebut pemberantasan korupsi dengan menguatkan KPK. Namun tak dijelaskan lebih komprehensif caranya.
"Bahasanya ya hanya berantas korupsi gitu, menguatkan KPK. Tapi seperti apa (konsepnya) enggak ada juga. Saya jadi menyesal kenapa harus bermacet-macet semalam," kata dia.
Mantan hakim Pengadilan Tipikor itu tak menampik bahwa KPK saat ini berbeda dengan KPK sebelumnya. Revisi UU KPK dinilai berpengaruh besar.
Meski demikian, ia tetap meyakini masih tersisa integritas di antara pegawai KPK. Hal itu dinilainya menjadi modal yang sangat kuat.
"Kalau sisa optimisme yang tersisa yang saya katakan tadi integritas insan-insan KPK saya yakini itu masih ada," ujarnya.
Baca juga: Tim Hukum Nasional AMIN Paparkan Visi Pemberantasan Korupsi
Nawawi kemudian menceritakan pengalamannya 4 tahun menjadi pimpinan KPK. Ia mengatakan masih ada pegawai yang tak mengenali dirinya sebagai pimpinan KPK.
"Ada sedikit cerita dari saya, sebulan yang lalu, artinya saya sudah hampir 4 tahun di KPK. Saya merasa agak kurang nyaman, agak pening-pening begitu, saya minta ke lantai 3 gedung KPK untuk mendapatkan udara segar," ujar Nawawi mengawali ceritanya.
Di lantai 3 gedung KPK Nawawi mengatakan ada seorang pegawai yang datang lalu duduk di sebelahnya. Setelah itu terjadi percakapan yang membuat Nawawi kaget karena pegawai yang duduk di sebelahnya itu ternyata tak menyadari jika Nawawi adalah pimpinan KPK.
"Di sana saya duduk. Nggak lama berselang, datang satu pegawai lain duduk di samping saya memasang rokoknya, dia isap rokoknya. Terus saya tanya ke beliau, 'Mas dari direktorat mana?' Beliau menjawab ke saya, 'Saya dari penyelidikan, kalau Bapak dari direktorat mana?'," cerita Nawawi.
"Itu 4 tahun saya di KPK. Jadi kalau kemudian ada teman-teman wartawan nanya-nanya banyak ke saya seperti apa wajah saya, orang pegawai saya saja nggak tahu udah 4 tahun bersama-sama," sambungnya.
Nawawi tak mempermasalahkan hal itu. Dia mengatakan percakapan terus berlanjut dan si pegawai itu tetap tak menyadari dirinya adalah pimpinan KPK.
"Saya menjawab saja saya dari Direktorat Korsup wilayah 4. Kebetulan saya Wakil Ketua yang membawahi bidang korsup. Dia ceritalah semua. Mas dari instansi mana? 'Saya dari kepolisian, kalau Bapak dari mana?'. Ya saya pinjam aja instansi Pak Alex, 'Saya dari BPKP'. Sampai seperti itu," ujar Nawawi.
Nawawi mengatakan memang ingin semua pegawai KPK merasa egaliter. Menurutnya, hal itu perlu agar para penyidik dan penyelidik tetap menjaga integritas dan berani berargumen dalam forum gelar perkara.
"Dan kita harus terus membangun anak-anak itu kalau kemudian dalam forum-forum ekspose kita biarkan mereka berargumen sedemikian rupa. Kita untuk jagain integritas segala sesuatu sikap tidak harus (sama) dengan pimpinan. Kita jaga itu seperti itu," katanya.
Terkait debat para capres pada Selasa (12/12) lalu, Anies Baswedan dalam forum itu mengatakan akan merevisi Undang-Undang KPK jika terpilih jadi presiden.
"Koruptor dijerakan dengan Undang-Undang Perampasan Aset disahkan, dan hukumannya mengikuti pemiskinan," kata Anies.
"Kedua, tak kalah penting, Undang-Undang KPK harus direvisi sehingga KPK menjadi lembaga yang kuat kembali," kata capres nomor urut 1 itu.
Anies juga mengemukakan perlunya semacam hadiah untuk pihak-pihak yang membantu melakukan pelaporan suatu dugaan kasus korupsi. Soalnya, pihak yang melapor tersebut telah berpartisipasi dalam penegakan hukum.
"Gerakan antikorupsi harus menjadi gerakan semesta yang melibatkan seluruh rakyat," kata mantan Gubernur Jakarta itu.
Adapun capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengatakan yang harus dilakukan untuk memberantas korupsi adalah memiskinkan para koruptor dan asetnya dirampas untuk negara. Untuk itu, Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset harus segera disahkan.
Selain itu, ia mengungkapkan rencananya memenjarakan koruptor di Nusakambangan. Hal lain yang ditekankannya untuk memberantas korupsi adalah pentingnya keteladanan dari pemimpin dan pejabat. Pemimpin dan pejabat harus menunjukkan hidup sederhana dan menunjukkan integritas.
Meritokrasi di birokrasi juga harus dipastikan berlaku sehingga praktik jual beli jabatan yang selama ini masif terjadi di pemerintahan bisa dicegah.
Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto sepakat bahwaKPK harus diperkuat. Tak hanya KPK, kepolisian, kejaksaan dan lembaga pengawas lain, seperti BPK, BPKP, dan inspektorat di semua instansi pemerintah, harus diperkuat untuk mencegah terjadinya korupsi.
Baca juga: Pemberantasan Korupsi Dinilai Butuh Political Will Presiden
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai debat capres dengan tema Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, dan Penguatan Demokrasi, itu sama sekali tidak menjawab permasalahan pemberantasan korupsi.
"Debat calon Presiden Republik Indonesia yang diselenggarakan oleh KPU kemarin praktis tidak menjawab permasalahan pemberantasan korupsi saat ini," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu (13/12).
"Paparan tiga orang kandidat masih sangat umum dan tidak masuk pada isu teknis yang sebenarnya amat sangat dibutuhkan," sambungnya.
Sementara Wakil Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), Kurniawan Adi Nugroho menilai upaya pemberantasan korupsi yang disampaikan oleh para capres dalam debat perdana itu tak mencerminkan level seorang pemimpin negara. Gagasan mereka dinilai terlalu menyentuh ranah teknis dan dianggap hanya janji kampanye belaka.
"Yang disampaikan itu kan terkait teknis. Silakan saja, itu bahasa kampanye," kata Adi, Selasa (12/12) malam.(tribun network/ham/mam/ibr/mar/aci/dod)